Makan-Makan dan Jalan-Jalan Ala DPRD Lampung Selatan: Ketika Uang Rakyat Disulap Jadi Rutinitas Boros!

Lampung Selatan – Apa jadinya kalau lembaga wakil rakyat lebih sibuk mengurus konsumsi dan perjalanan dinas ketimbang memperjuangkan nasib rakyat? Jawabannya ada di Kabupaten Lampung Selatan. Tahun 2025 belum dimulai, tapi gelagat penghabisan anggaran sudah tercium dari jauh  dan baunya sangat menyengat.

Bayangkan, Rp 890 juta hanya untuk makan dan minum jamuan tamu. Satu pos kegiatan, satu rekening anggaran, tanpa rincian tamu, tanpa transparansi jumlah pertemuan, dan tentu saja  tanpa logika efisiensi.

“Kalau ini bukan pemborosan, lalu definisi boros menurut DPRD Lampung Selatan itu apa?” sindir Nova Handra, Ketua LSM L@pakk Lampung.

Tapi cerita tak berakhir di meja makan. Justru semakin ‘lezat’ ketika bicara perjalanan dinas. Inilah tiga menu utama yang disajikan di meja anggaran:

Pembuatan Perda dan Peraturan DPRD: Rp 491.470.000

Peningkatan Kapasitas DPRD: Rp 1.176.000.000

Fasilitas Tugas DPRD: Rp 18.716.895.000

Total? Lebih dari Rp 20 miliar untuk berpindah-pindah tempat yang entah apa dampaknya untuk rakyat. Sementara di luar gedung dewan, banyak jalan berlubang, warga tak punya air bersih, dan UMKM berteriak tak kunjung dapat sentuhan program.

“Semua kegiatan ini dilakukan secara swakelola. Mereka atur sendiri, jalan sendiri, audit sendiri, SPJ sendiri. Ini bukan pengelolaan, ini semacam kerajaan kecil yang nyaman dengan uang rakyat,” kata Nova.

Lebih ironis lagi, pemeliharaan kendaraan dinas juga ikut-ikutan dikelola sendiri. Tak ada penyedia resmi, tak ada mekanisme lelang terbuka. Yang ada hanya laporan tertulis, kuitansi, dan keyakinan bahwa publik tidak akan bertanya. Tapi sayangnya, zaman sudah berubah  rakyat sekarang bukan penonton, melainkan pengawas yang tak bisa dibohongi dengan tabel dan tanda tangan.

“Anggaran seperti ini ibarat lubang hitam fiskal. Uangnya masuk, tapi entah ke mana dampaknya. Mereka rajin rapat dan studi banding, tapi produk kebijakannya nihil,” lanjut Nova.

LSM L@pakk bahkan secara terbuka meminta Bupati Lampung Selatan mengevaluasi total kinerja Plt Sekretaris DPRD. “Kita tidak butuh pelaksana tugas yang sekadar menghabiskan anggaran tanpa orientasi pembangunan. Yang kita butuh: birokrat yang takut pada rakyat, bukan hanya takut pada atasan.”

Secara teori, anggaran publik seharusnya menjawab kebutuhan publik. Tapi di Lampung Selatan, anggaran justru dijadikan alat pelengkap rutinitas birokrasi yang kosong visi. Mereka kenyang makan di ruang rapat, sementara rakyat hanya kenyang janji dari spanduk program.

Hingga tulisan ini dimuat, tidak ada tanggapan dari pihak Sekretariat DPRD Lampung Selatan. Tapi itu bukan hal mengejutkan. Karena biasanya yang gemar bersuara hanya ketika menjawab pujian, bukan ketika ditanya soal uang rakyat.

( Davit)

Jangan Lewatkan