Oleh : Bagus Yuarto Rozali
Judul: Masyarakat Urban Bagian 4: Keputusan
Suasana pagi setelah subuh d dalam sebuah taman yang ada di Pantai kota Bengkulu. George merenung di antara lalu lalang remaja dan muda-mudi. Di antaranya ada yang berpasang-pasangan.
“Asmara subuh… ” Bisik hati George perih.
Pemuda yang sedang mengalami perang batin akan kepercayaannya lagi-lagi merasa galau.
Pertarungan semakin hebat. Saat berada di rumah Ali, George melihat Islam yang dia dengar, tapi ketika berada di kota dia menemukan banyak penganutnya yang lupa diri.
“Mungkin mereka lupa, atau tidak tahu… ” George berusaha memaklumi.
Dari buku-buku yang dia baca, atau dari ceramah-ceramah yang dia dengar dengan sengaja, baik di YouTube ataupun mesjid sejak setahun belakangan, anak seorang pengusaha ini sengaja berada di dekat mesjid setiap Jumat, hanya untuk mendengarkan khotbah.
Ketika mata teduh itu memandang ke arah laut, tidak sengaja melihat sepasang anak manusia duduk bersisian dengan sangat rapat dan tangan saling memeluk pinggang.
“Mudah-mudahan mereka bukan Muslim, atau sedang tidak berpuasa” Lirih hati George. Lalu mengusap wajah dengan kedua tangannya.
Pengalaman pertama ketika masuk mesjid bersama Ali sangat membekas di hatinya. Dan dia ingin mengulang kembali suasana rumah pemuda desa yang sudah menjadi kepala keluarga sejak usia 12 tahun.
“Aku belum masuk islam.” Pengakuan jujur George pada malam ketiga di rumah Ali sebelum dia pulang.
Ali sedikit terkejut, tapi kemudian tersenyum.
“Tidak apa-apa. Belajar saja dulu sambil memantapkan hati.” Jawaban ini membuat hati George sangat sejuk.
Berada di desa Ali dan melihat kehidupan masyarakatnya George ingin segera mengucapkan syahadat. Tapi ketika berada di kota dan melihat teman-temannya atau ‘pelaku’ asmara subuh kadang membuat dia muak dan ragu.
Orang tua George sudah lama memperhatikan tingkah anaknya yang bersikap ‘aneh’. Seperti bulan puasa ini beberapa kali ayah, ibu atau adiknya memergoki George makan pada malam hari antara jam 3 sampai jam 4 pagi. Mereka heran.
“Sahur.” Jawab George ketika ditanya.
Karena pada dasarnya mereka menyerahkan pilihan pada masing-masing pribadi setelah dewasa maka hanya dibalas dengan mengernyitkan dahi atas jawaban tersebut.
“Sebelum kamu memutuskan sesuatu pastikan kamu benar-benar yakin dengan keputusanmu.” Nasehat ayahnya yang meninggalkan tanah kelahirannya di sebuah kota kecil di Darwin, Australia, demi cintanya pada gadis Bengkulu yaitu ibu George.
Mereka bertemu ketika ibu George saat itu menjadi peserta pertukaran pemuda antar negara, dan rumah ayah George berada persis di sebelah rumah orang tua angkatnya selama program tersebut.
Tiba-tiba George merasa rindu mesjid di desa Ali. Tanpa berfikir panjang pemuda yang berwudhu tapi tidak sholat subuh sebelum keluar rumah tadi segera bangkit lalu mengendarai kendaraannya dengan cepat menuju rumah Ali.
“Ali, tolong antarkan aku ke pak imam. Aku ingin masuk islam.” Tanpa salam dan pendahuluan George menodong Ali dengan kalimat di atas.
Ali melongo dan gemetar. Hatinya bahagia.
TAMAT
Untuk yang Belum Baca Cerpen Sebelumnya, Berikut Link nya:
Masyarakat Urban Part I: Buka Bersama
Masyarakat Urban Part II: Asmara Subuh
Masyarakat Urban Part III: Rumah Ali