wordpers.id – Dari mana kamu paling sering mengakses berita saat ini? Dari situs media massa atau dari jejaring sosial semacam Twitter dan Facebook? Perilaku masyarakat yang sudah mulai beralih ke media sosial untuk mencari informasi dan pengetahuan, disebut-sebut bakal menggerus eksistensi media massa di Indonesia.
Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry Ch Bangun menurut pengamatannya yang mengindikasikan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap media massa, baik media elektronik (televisi dan radio), media cetak (koran, majalah, tabloid), hingga siber (portal berita online/website pemberitaan).
“Sekarang ini orang mengatakan media massa sedang sekarat, dikarenakan perubahan perilaku pembaca atau audiens,” ujar Hendry dalam diskusi daring Dewan Pers bertajuk ‘Urgensi Kode Etik Jurnalistik’, Selasa (14/7).
Ciri-ciri dari perubahan perilaku pembaca, menurut Hendry, bisa disaksikan dari engganya masyarakat mengeluarkan sedikit biaya untuk membeli produk yang dihasilkan media massa.
Terlepas dari semua itu, ada tiga faktor penyebab yang akhirnya masyarakat berhenti konsumsi informasi yang disajikan perusahaan Pers. Faktor pertama ialah perkembangan tekhnologi digital.
“Nah, adanya perubahan perilaku, adanya pengembangan teknologi sudah membuat media massa keteteran,” terang Hendry.
Ditambah lagi faktor kedua, yaitu lemahnya penerapan kode etik jurnalistik oleh pelaku media massa terutama wartawan.
“Media massa tidak profesional, media massa itu tidak taat kode etik ya tambah hancur,” ucap Hendry.
Belum lagi faktor ketiga, yang menurut Hendry merupakan salah satu sumber penghidupan bisnis media massa, yaitu iklan promosi, telah diraup pebisnis media sosial dalam bentuk digital.
“Iklan sekarang sudah banyak diambil oleh news aggregator,” sambungnya.
“Nah, ketiga tantangan ini, kalau media massa enggak peduli, enggak taat kode etik lama kelamaan bisa babak belur,” demikian Hendry Bangun.
Sumber: Jaringanmediasiber.id