Tempat Ngopi Luar Biasa Catatan ke-3, Perjalanan Ekowisata Desa Imbo Telapea

Foto Oleh Rizon Mupe SLE
Foto Oleh Rizon Mupe SLE

Hari terakhir perjalanan wisata alam di Desa Imbo Telapea telah berakhir.

Minggu 14 Februari 2021 adalah puncak kegiatan dalam paket 3 (3 Hari 2 malam) dengan harga paket Rp 650.000,- saja. Untuk harga paket yang lain silahkan simak tulisan bagian pertama.

Kegiatan wisata dan belajar pada Hari terakhir dimulai jam 08.00wib hingga 09.00wib. Setelah sebelumnya sarapan di rumah masing-masing.

Diawali dengan belajar menganyam cara membuat bakul berpenutup. Anyaman ini menggunakan bahan dari bambu yang sudah diolah khusus untuk membuat kerajinan khas desa Imbo Telapea (Batu Ampar), kecamatan Merigi, kabupaten Kepahiang.

Hasil kerajinan ini dijual pada wisatawan, baik bakul itu sendiri, ataupun dijadikan kemasan untuk beberapa produk hasil kreatifitas masyarakat desa yang saat ini populer juga dengan sebutan Batam Kepahiang. Singkatan dari Batu Ampar Kepahiang (kerajinan dan cemilan khas dapat kalian ketahui pada tulisan ‘Desa ini Sudah mempersiapkan diri untuk tujuan besar’).

Ketika anyaman ini dijadikan kemasan sebagai wadah beberapa produk, nilai anyaman ataupun isinya menjadi naik. Selain itu juga membuat laku beberapa jenis produk yang dimasukkan ke dalam kemasan tersebut (secara lengkap isi kemasan oleh-olehnya ini ada pada tulisan berjudul ‘Dari Proses Sajen, Hingga Pertarungan di Pelabar Silat’).

Model Dodhy Saputra foto oleh @ichan.dgmc Tenun ikat koleksi Sofian Rafflesia
Model Dodhy Saputra foto oleh @ichan.dgmc Tenun ikat koleksi Sofian Rafflesia

Walau pernah mempelajari anyaman waktu sekolah dulu, tetap saja belajar dasar anyaman khas Imbo Telapea sangat rumit. Apa lagi jika anyaman itu ada motif khas suku Rejang ataupun Serawai (Baca tulisan bagian pertama mengapa 2 suku ini bisa berdampingan dengan rukun di desa ini).

Motif yang ada pada anyaman biasanya adalah mata punai, tanjak bereket, rebung, ataupun pucuk pakis. Motif-motif ini juga biasanya digunakan pada ornamen rumah, ataupun tenun kain khas ke-2 suku tersebut.

Entah suku apa mempengaruhi siapa. Yang pasti, motif-motif ini harus digalakkan agar tetap lestari dan bisa dilihat oleh anak-anak bangsa pada masa yang akan datang.

Peran pemerintah, terutama pemerintah desa sangat mempengaruhi keberlanjutan warisan budaya nenek moyang kita. Dan pemerintah desa Imbo Telapea, di bawah kepemimpinan bapak Harwan Iskandat dan perangkatnya, sudah melakukan itu saat ini.

Jam 09.00 wib – 12.00 wib.
Susur Sungai dan berakhir di Air Terjun Donok.

Dari rumah kepala desa menuju air terjun Donok dilakukan dengan berjalan kaki yang memakan waktu tidak sampai setengah jam. Melalui jalan desa yang beraspal hotmix hingga ujung desa, dilanjutkan dengan melangkah di atas jalan beton melewati perkebunan kopi warga, sawah yang tidak luas, menanjak hingga persimpangan durian, lalu mengambil jalan arah kanan.

Menuruni anak tangga semen yang lumayan tinggi hingga ke aliran sungai.

Selanjutnya wisatawan yang tergabung dalam 1 grup dengan jumlah 10 orang (untuk tahu siapa saja wisatawan tersebut, silahkan baca bagian pertama dari tulisan ini) , dipandu oleh 2 orang pemandu, 1 orang fotografer desa, dan 2 orang staf kades mulai menyusuri sungai yang sangat dangkal dengan air yang sangat jernih.

Sepanjang tepian sungai kecil ini masih sangat terjaga keasrian alaminya. Banyak jenis tumbuhan yang tumbuh subur, seperti lumut, keladi-keladian, tetra stigma yang merupakan inang flora langka bunga Rafflesia, bambu dan masih banyak yang lainnya.

Pertengahan antara anak tangga terakhir dengan air terjun utama, ada 2 air terjun kecil yang lumayan bagus untuk objek foto ataupun sebagai latar selfie.

Dari 2 air terjun awal ini, sudah terlihat air terjun tujuan utama, yaitu air terjun Donok.

Model Bagus SLE, foto oleh @ichan.dgmc ( Tenun ikat koleksi Sofian Rafflesia)
Model Bagus SLE, foto oleh @ichan.dgmc ( Tenun ikat koleksi Sofian Rafflesia)

Di atas kayu besar yang roboh dan berwarna hijau karena hampir semua permukaannya ditumbuhi oleh lumut, pengunjung dari kota Bengkulu ini mulai berfoto ria, dengan background air terjun Donok, yang berjarak sekitar 20 meter di ujung sungai berbatu dan berkerikil (untuk tahu air terjun Donok, silahkan baca tulisan yang berjudul ‘Berada di air terjun ini, bagai berada di dalam mangkok tertutup).

Puas sesi foto-foto di atas kayu berlumut, kaki kembali menyusuri aliran air yang sangat dingin. Ada kejutan luar biasa di ‘gerbang’ sebelum bendungan kolam air terjun. Beberapa meja lengkap dengan kursi tersusun rapi. Di atas meja ada beberapa gelas bambu.

Menurut pemandu, meja dan kursi ini dimaksudkan untuk wisatawan ketika ingin menikmati keindahan air terjun di depannya, sambil menikmati segelas kopi ataupun teh, lengkap dengan cemilannya.

Tidak ayal lagi, mereka langsung duduk di kursi dan kembali mengabadikan konsep luar biasa tersebut sebagai kenangan abadi dalam bentuk gambar.

Air terjun Donok dan susunan meja serta kursi di depannya, benar-benar jadi bintang. Setiap orang mengabadikan foto mereka dengan air terjun yang indah sebagai latar, dan meja serta kursi sebagai properti.

Bermain air di kolam buatan di bawah terpaan air yang terjun dan menimpa kepala, adalah hal yang ingin dilakukan oleh setiap pengunjung. Lagi-lagi kegiatan ini diabadikan oleh fotografer professional dari Ican Image yang menjadi salah seorang wisatawan.

Salah seorang peserta membawa tenun ikat khas Lombok sebagai aksesoris foto. Efek gambarnya pun luar biasa eksotis. Sehingga semua orang ingin berfoto dalam balutan tenunan indah tersebut.

Di antara foto-foto dengan sentuhan tenunan tradisional Indonesia itu, ada bendera agen perjalanan wisata ‘Alesha’ yang berwarna merah. Sangat mencolok dengan uraian warna putih air terjun Donok.

Kalau saja tubuh mereka belum menggigil kedinginan dan waktu masih panjang, wisatawan lokal yang datang dari kota dengan suasana pantai, tidak akan meninggalkan lokasi air terjun yang dikelilingi oleh warna hijau dari tumbuhan yang tumbuh di dinding batu, lokasi air terjun yang seksi ini.

Sayangnya, mereka harus meninggalkan ciptaan yang mana kuasa, sesegera mungkin. Karena masih ada lagi kegiatan terakhir sebelum kembali ke kota.

Foto Dok Bagus SLE, Inframe: Tim Plogger Bengkulu
Foto Dok Bagus SLE, Inframe: Tim Plogger Bengkulu

Saat melangkah pulang, mereka berpapasan dengan 2 rombongan wisatawan lain, yaitu dari Tim Plogger Bengkulu dan rombongan pelaku properti berbasis syariah, RCC.

17.00 wib. Pulang

Rangkaian perjalanan wisata dalam paket yang disediakan oleh pihak desa telah selesai. Uji coba kesiapan masyarakat Imbo Telapea sebagai tuan rumah, berjalan dengan sukses.

Tentu saja harus ada perbaikan di beberapa sisi. Namun kekurangan-kekurangan kecil itu tidak terlalu mempengaruhi seluruh anggota wisatawan dalam kegiatan perdana ini.

Tetapi, untuk ke depan, diharapkan hak-hak kecil yang menjadi sorotan dalam diskusi di penutupan kunjungan haruslah diperhatikan. Terutama dalam pembagian objek wisata belajar. Karena tidak semua anggota grup wisatawan memiliki ketertarikan yang sama pada satu kegiatan.

Memaksimalkan kembali aset desa sebagai tujuan wisata masihlah harus lebih ditingkatkan. Seperti bangunan rumah tua, atau yang memiliki keunikan. Peralatan rumah tangga zaman nenek moyang yang masih eksis misalnya. Atau hal-hal unik lainnya yang hanya ada di desa Imbo Telapea.

Pukul 17.00 wib, wisatawan perdana desa Ekowisata Imbo Telapea siap berangkat meninggalkan kenangan bagi tuan rumah. Dengan rasa haru mereka ucapkan ‘selamat tinggal” terkhusus pada keluarga baru, di mana mereka tinggal beberapa Hari selama berwisata di desa petani kopi tangguh iklim.
(Bagus SLE Production)

Tamat……

Untuk yang belum baca sebelumnya:

Wisatawan Perdana Eko Wisata Desa Imbo Telapea, Kepahiang

BACA JUGA:  Rafflesia Arnoldi Hasil Penangkaran, Berhasil Mekar Sempurna Hari ini

Catatan Perjalanan Hari ke-2 Kecurangan Kades Pada Program Eko Wisata Desa Imbo Telapea Kepahiang

Posting Terkait

Jangan Lewatkan