Golkar Sebagai Benteng Terkahir Perlindungan Politik Jokowi

Oleh: Saiful Huda Ems

Rupanya ada yang luput dari perhatian banyak pengamat politik, soal kemana Jokowi akan berlindung ketika nantinya Jokowi sudah tak lagi menjadi Presiden. Kebanyakan orang hanya menduga bahwa Jokowi akan berlindung ke putranya, yakni Gibran Rakabuming Raka apabila Gibran — jika sesuai dengan skenario drama politiknya– akan terpilih menjadi Wakil Presiden. Sedangkan Gibran sendiri sampai hari ini sudah tidak lagi menjadi kader partai politik manapun, dan tak lagi menjadi kader politik PDIP setelah Gibran dinyatakan mbalelo, berkhianat pada PDIP.

Sebagian lagi para pengamat politik juga menduga, bahwa Jokowi nantinya akan berlindung ke PSI yang banyak diprediksi akan masuk ke Parlemen Nasional, setelah Jokowi habis-habisan menunjukkan dukungan politiknya pada PSI, sampai bersusah payah mengupayakan atau setidaknya merestui putra bungsunya, yakni Kaesang Pangarep untuk menjadi Ketua Umum PSI meski Kaesang baru dua hari menjadi kader PSI. Namun pada kenyataannya, jika kita melihat dari quick count hasil perhitungan cepat PEMILU, PSI sampai detik ini hanya memperoleh suara di bawah 3 %, yang berarti gagal untuk lolos ke Parlemen Nasional.

Apabila kita mengacu dari kenyataan politik itu, ternyata semua prediksi para pengamat politik itu sangat mungkin sekali salah total. Lalu bagaimana sesungguhnya yang terjadi, ke partai politik mana sebenarnya Jokowi berlindung setelah nantinya Jokowi sudah tak lagi menjadi Presiden dan dikejar-kejar oleh banyak persoalan, mulai dari persoalan penghianatannya pada partainya sendiri (PDIP), sampai persoalan kegagalan mega proyek Food Estate dll.? Jawabannya: berlindung ke Partai GOLKAR !.

Loh, bagaimana bisa Jokowi akan berlindung ke Partai GOLKAR, apa tanda-tandanya dan apa keuntungan politisnya bagi Jokowi? Begini ceritanya: Presiden Jokowi ini ternyata memang maestronya politik Indonesia yang belum bisa ditandingi oleh siapapun kecuali oleh guru politiknya sendiri yang dihianatinya, yakni Ibu Megawati Soekarno Putri. Namun sepandai-pandainya Jokowi merancang kejahatan, ia akan terbongkar juga. Lupakah kita dengan adagium dikalangan para ahli hukum,”Tiada kejahatan yang sempurna?” Itulah yang kini terjadi pada Jokowi.

Dengan lihainya Presiden Jokowi berkampanye untuk mendongkrak suara PSI agar lolos ke Parlemen Nasional di PEMILU 2024 ini, akan tetapi ternyata semua itu hanyalah jurus tipuan Jokowi untuk mengalihkan perhatian banyak orang, agar seakan-akan Presiden Jokowi hanya mau membesarkan PSI yang dirancangnya untuk mencaplok suara PDIP. Padahal sesungguhnya bukan itu dari tujuan utama dari strategi politik Jokowi. Bagi Jokowi, PSI hanyalah partai yang baru berdiri seumur jagung, dan belum ada politisi-politisi senior dan hebat disana. Caleg Caleg PSI pun kebanyakan didominasi oleh politisi-politisi muda bau kencur, yang jam terbang politiknya terlalu pendek.

Menggantungkan harapan besar pada PSI sebagai benteng tempat berlindung politiknya di masa depan, bagi Presiden Jokowi merupakan suatu kesia-siaan. Terlebih lagi ketika Jokowi tau percis, Ketua Umum PSI yang tak lain merupakan putra bungsunya sendiri, adalah anak ingusan yang hanya tau bagaimana cara memasarkan pisang. Lain halnya dengan Partai GOLKAR, ia partai yang berdiri sudah puluhan tahun, banyak pengalaman bertarung politik dan ketepatan Ketua Umumnya sedang loyo karena diterpa kasus korupsi Minyak Goreng dan yang kini menjadi sandera atau tahanan politik Jokowi.

Menjadikan Partai GOLKAR sebagai benteng terakhir perlindungan politik bagi Jokowi di masa depan adalah pilihan cerdas yang tak boleh disia-siakan. Maka diam-diamlah Presiden Jokowi mengatur strategi dan mengendalikan Partai GOLKAR melalui operator-operator politiknya yang sudah lama Jokowi simpan di Partai GOLKAR dan yang sudah lama menjadi anggota kabinetnya, salah satunya yakni politisi Partai GOLKAR yang berinisial AGK. Di masa-masa menjelang PEMILU 2024 ini, AGK yang merupakan komandan operator politik Jokowi di Partai GOLKAR, memiliki banyak pekerjaan dan pengaruh di Partai GOLKAR, dibandingkan Ketua Umumnya yang sudah pasrah total pada Presiden Jokowi. Tidak mau tunduk dan pasrah pada Presiden Jokowi, berarti ia harus siap-siap berurusan dengan Kejaksaan Agung kembali.

Rancangan strategi untuk mendongkrak dan menggelembungkan suara Partai GOLKAR telah selesai dibuat dan berakhir dengan hasil yang sebenarnya tidak terlalu cukup memuaskan, karena Partai GOLKAR masih juga tidak bisa mengengalahkan kedigdayaan suara PDIP yang kader-kadernya sangat militan dan mengakar rumput. Hal ini bisa dilihat dari prediksi lembaga-lembaga survei nasional, yang menjelang PEMILU 2024 Partai GOLKAR diperkirakan hanya memperoleh suara sekitar 7 %, namun setelah hari pemilihan Partai GOLKAR memperoleh suara nyaris 2x lipat dari hasil semula semua lembaga survei nasional yakni menjadi 13 %.

Luar biasa drama politik ini telah dimainkan nyaris sempurna oleh Jokowi, sehingga Partai GOLKAR yang tadinya suaranya akan jeblok di bawah Partai GERINDRA dan Partai Demokrat menjadi hampir setara dengan Partai GERINDRA meskipun masih kalah jauh dengan suara PDIP. Lantas apa tujuan dan keuntungan politis yang akan diperoleh oleh Jokowi terhadap strategi dan drama politiknya ini? Itu tak lain dan tak bukan, Presiden Jokowi menginginkan Partai GOLKAR nantinya akan dijadikan kendaraan politik sekaligus benteng perlindungan politik Jokowi terhadap pengaruh PDIP dan Partai GERINDRA.

Prabowo jika benar nantinya berhasil menjadi Presiden sudah memiliki kendaraan politik, yakni Partai GERINDRA, lalu Gibran Rakabuming mau mengendarai partai apa, sedangkan Gibran sendiri sudah terusir dari PDIP. Jika sudah demikian, maka Presiden Prabowo akan leluasa berkuasa dan bisa berbuat apa saja, termasuk mengunci mati posisi dan peran Wapresnya, yakni Gibran, karenanya Jokowi memerlukan kendaraan tempur politik taktis, dan itulah Partai GOLKAR !. Olehnya jangan heran mengapa Presiden Jokowi sampai pernah memberikan isyarat politik dukungannya pada Partai GOKLKAR dengan mengenakan Dasi warna Kuning dan pernah mengendarai Mobil warna Kuning.

Presiden Jokowi memang nampaknya sedang terindikasi terjangkit “penyakit” kuning, dan itulah Partai GOLKAR yang menjadi benteng perlindungan terakhir politiknya, setelah lama ditinggalkan Suhu Politik GOLKAR ternama, yakni Soeharto penguasa ORBA. Mampukah Jokowi mengendalikan Partai GOLKAR untuk membuldoser Partai GERINDRA ketika nantinya Wapres Gibran dikunci mati posisi dan perannya oleh Presiden –jikapun benar terpilih–Prabowo? Kita lihat saja nanti di tanggal mainnya, yang jelas jika PDIP yang nantinya akan menguasai parlemen itu sudah mengarahkan panser kekuatan perlawanan politiknya ke Jokowi, mau tidak mau, suka tidak suka, Prabowo dengan Partai GERINDRA nya akan manut pada seruan PDIP jika Prabowo tidak ingin usia kepemimpinan nasionalnya seumur jagung, seperti hasil panen proyek Food Estatenya yang berubah menjadi Ketela…(SHE).

16 Februari 2024.

Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pengamat Politik.

Posting Terkait

Jangan Lewatkan