Paskah: Diutus untuk Berbuah di Kancah Wabah

Tatkala bangkit dari kematian, pertama kali Yesus menyapa murid-murid-Nya dengan ungkapan: “Damai sejahtera bagi kamu!” Pernyataan ini amat penting untuk menghapus rasa takut, panik, dan pesimisme yang mewarnai kehidupan para murid sesudah kematian Yesus.

Yesus yang memenangkan kematian memang sosok yang layak dan memiliki kredibilitas untuk menyatakan bahwa  damai sejahtera (syalom) itu berlaku dan terwujud di antara para murid, di antara umat manusia. Lebih penting dari itu, damai sejahtera yang Yesus berikan adalah damai sejahtera yang berbeda dari apa yang diberikan oleh dunia.

Pernyataan damai sejahtera  yang diucapakan sesudah kebangkitan  itu dilanjutkan Yesus dengan penugasan: “Seperti Bapa mengutus aku, demikian juga Aku sekarang mengutus kamu” (Yoh. 20:21). Oleh sebab itu, peristiwa Paskah dan pernyataan damai sejahtera tidak berdiri sendiri, peristiwa itu dilanjutkan dengan  tugas pengutusan.

Kebangkitan Kristus memiliki implikasi misioner, peristiwa Paskah menjadikan gereja  sebuah persekutuan yang diutus, yang bergerak menyusuri lorong-lorong dunia.  Oleh sebab itu, gereja dan umat Kristen Indonesia yang lahir di tengah bangsa, masyarakat, dan bangsa Indoneisa tidak boleh menjadi persekutuan yang statis, apatis, tetapi yang dinamis, responsif, sesuai dengan makna kedirian gereja sebagai persekutuan  yang kreatif-dinamik, yang sedang diutus Tuhan di tengah dunia.

Sejak dasawarsa 1960-an, tugas profetis gereja dalam kancah pembangunan bangsa dirumuskan dengan mengembangkan sikap positif, kreatif, kritis dan realistis. Sikap seperti itu telah memungkinkan gereja membuat arah yang jelas dengan kekuasaan bahkan mampu menghindar dari posisi sebagai  instrumen dan legitimator kekuasaan.

Persekutuan yang sedang diutus  di tengah dunia adalah pengutusan yang belum tiba di terminal penghabisan.  Ia masih berada di tengah jalan, sehingga ia juga harus menjadi persekutuan yang siuman, berjaga-jaga, dan memahami tanda-tanda zaman. Kita sebagai bangsa tengah menghidupi era baru, sehingga gereja dan umat Kristen yang memahami diri sebagai bagian integral  dari bangsa, tak bisa tidak harus memainkan peran signifikan, sehingga kehadirannya  memiliki makna di tengah bangsa. 

Umat Kristen di seluruh dunia sedang memperingati hari Jumat Agung yaitu wafat Yesus Kristus tanggal 10 April 2020 yang dilanjutkan Hari Raya Paskah yaitu Kebangkitan Yesus dari kematian tanggal 12 April 2020. Suatu hal yang membanggakan dalam menjalani kehidupan dalam NKRI yang majemuk.

Utamanya dibidang keagamaan adalah  bahwa negara, pemerintah memberikan perhatian sangat besar bagi perayaan hari raya keagamaan. Setiap tahun pemerintah menetapkan hari libur nasional bagi hari raya agama sehingga umat dapat memperingati hari raya keagamaan itu dengan lebih leluasa. Paling tidak 6 agama yang selama ini mendapat pelayanan dari pemerintah yaitu: Islam, Kristen,  Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu,  merayakan hari raya keagamaan  dengan lebih baik karena dilaksanakan pada saat libur nasional.

BACA JUGA:  Surga Bukan Cerita di Indonesia

Paskah memberikan perspektif baru bagi Gereja dan umat Kristen Indonesia. Paskah mengajak umat untuk tidak terbelenggu pada kekinian, pada yang di sini tetapi mengajak uuntuk menatap ke depan, ke keakanan.

Paskah tahun 2020 ini dirayakan dengan sangat khusus oleh karena bangsa kita dan dunia internasional tengah fokus melawan Covid-19 yang telah merenggut ribuan nyawa di berbagai belahan dunia, dan ribuan juga yang positif terpapar virus Corona itu.

Paskah berarti hadirnya hidup dan harapan baru bagi manusia. Gereja yang ber-Paskah mestinya ikut menyatakan empati dan solidaritas nyata bagi para korban Corona,  bagi para dokter dan tenaga medis yang berjuang di garda depan menyelamatkan para korban Corona, bahkan ikut membantu warga masyarakat yang kehilangan mata pencarian akibat Corona.

Gereja yang merayakan Paskah harus tampil sebagai gereja yang memuliakan kehidupan, Gereja yang bersaksi dan melayani, Gereja yang konsisten dan kontinyu mengembangkan wawasan teologis, oikoumenis dan kebangsaan sehingga kiprahnya di tengah dunia yang penuh turbulensi  memberi kemaslahatan bagi masyarakat luas.

Kita bersyukur bahwa dalam seruan Paskah 2020, Dirjen Bimas Kristen mengajak Gereja dan umat Kristen untuk mengembangkan tiga aspek itu, yaitu menjadi Gereja yang memuliakan kehidupan, menjadi Gereja yang bangkit dan bersaksi,  menjadi Gereja yang mengembangkan tri wawasan: wawasan teologis, oikoumenis dan kebangsaan agar Gereja makin mampu meningkatkan kiprahnya di tengah sejarah.

Pernyataan Dirjen ini menjadi amat penting dan strategis ketika dunia digempur oleh kematian lewat Covid-19, genocida  terselubung, peperangan antar kelompok dan antar bangsa, angka bunuh diri melonjak. Gereja harus pro dan berpihak pada kehidupan dan secara sadar melawan kematian.

Merujuk  kepada peryataan Dirjen  sebagaimana dikutip di atas,  peristiwa Paskah seharusnya  makin menyadarkan Gereja  bahwa Gereja adalah  komunitas yang mesti bersaksi dan melayani  di tengah realitas dunia dalam kondisi apapun.

Paskah harus mendorong Gereja menjadi komunitas yang berbuah dikancah  wabah dan bukan komunitas  yang pasrah menyerah kehilangan gairah dan darah.

Weinata Sairin (Penulis adalah Sekum Sinode GKP: 1978-1990; Wasekum PGI: 1989-2000, 2004-2009; Anggota BSNP 2005-2014).