Catatan Kritis Demokrasi Jelang Pemilu 2024
Rakyat Petani di Kecamatan Malin Demam Kabupaten Mukomuko korban konflik Agraria melawan PT Daria Dharma Pratama (DDP) menanti realisasi pelepasan 900 Hektar lahan konflik Agraria dari PT. DDP yang dijanjikan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, dikutip redaksi wordpers.id dari https://regional.kompas.com/read/2022/05/17/163511078/40-petani-ditangkap-gubernur-bengkulu-pt-ddp-siap-serahkan-900-hektar-tanah
….*Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah yang menyatakan, PT Daria Dharma Pratama (DDP) bersedia menyerahkan lahan telantar seluas 900 hektar yang disengketakan dengan masyarakat. Hal ini dikatakan Rohidin usai berkoordinasi dengan Kapolda Bengkulu Irjen Agung Wicaksono, Selasa (17/5/2022) di Mapolda Bengkulu, menyusul ditangkapnya 40 petani di daerah itu.
“Tadi malam sudah rapat dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) provinsi dan Kabupaten Mukomuko. Sebenarnya proses pengajuan untuk perkebunan lahan yang terbengkalai dari PT Bina Bumi Sejahtera (BBS) ke PT DDP tu sudah bersiap akan diserahkan ke Pemda Mukomuko untuk didistribusikan ke masyarakat,” kata Rohidin Mersyah…*
Sepertinya janji Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah kepada rakyat petani tidak terealisasi ataupun belum terbukti sampai saat ini, meskipun memiliki otoritas kekuasaan dari Negara sebagai Ketua GTRA Provinsi, sepertinya tidak punya kekuatan yang “memaksa” membuat PT DDP tunduk dan segera menyerahkan 900 hektar lahan ke petani Maju Bersama lewat Bupati Mukomuko, Sapuan sebagai Ketua GTRA Kabupaten.
Sebaliknya, PT. DDP bukannya menyerahkan tanah/lahan agraria ke Rakyat petani justru terus ngotot memperpanjang riwayat konflik, Selasa 18 Juni 2023, Keributan terjadi lagi, dipicu oleh tindakan perusahaan yang hendak merampas TBS sawit petani, yang terjadi sehari sebelumnya. Pihak PT. DDP mengambil secara paksa sekira 1 ton TBS milik Adam Malik di lahan yang dia garap. Satu petani wanita pingsan dipukul satuan pengamanan (security) PT. DDP cek beritanya di sini: https://bengkuluekspress.disway.id/read/150420/bentrok-pt-ddp-vs-petani-di-mukomuko-kembali-terjadi-1-petani-wanita-pingsan-dipukul-security-perusahaan
Tindakan PT. DDP yang enggan menyerahkan 900 hektar kepada rakyat petani justru mempertajam konflik Agraria di Wilayah Kabupaten Mukomuko seperti menantang/melawan otoritas atau kekuasaan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah sebagai Kepala Daerah yang juga diberikan kewenangan Negara oleh Presiden Jokowi, sebagai Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di Provinsi Bengkulu mengurai konflik Agraria termasuk di Kabupaten Mukomuko.
Ketua GTRA Provinsi Bengkulu dan Ketua GTRA Kabupaten Mukomuko diberikan otoritas oleh Pemerintah Pusat lewat Perpres Nomor 86/2018 tentang Reforma Agraria khususnya yang berkaitan penataan aset, kebijakan diarahkan untuk memperluas objek dan subjek penerima redistribusi tanah
Apa alasan sehingga kegagalan mediasi Pemerintah Daerah/Ketua GTRA tidak dihiraukan Perusahaan.
Dalam kasus tertentu, ada beberapa pandangan umum sebagai alasan mengapa perusahaan mengabaikan kebijakan Pemerintah:
1. Konflik Kepentingan
Perusahaan mungkin memiliki kepentingan bisnis yang berlawanan dengan kebijakan pemerintah atau peraturan tertentu, sehingga mereka dapat mengabaikan atau melanggar upaya pemerintah.
2. Lemahnya Penegakan Hukum:
Jika penegakan hukum lemah atau tidak ada, perusahaan mungkin bahwa mereka dapat mengabaikan peraturan dan regulasi merasa tanpa konsekuensi.
3. Celah Korupsi Mempengaruhi Kebijakan Publik
Dalam beberapa kasus, ada dugaan bahwa perusahaan menggunakan praktik korupsi sebagai pelanggaran etika dan moral publik, untuk mempengaruhi atau menghindari campur tangan pemerintah.
4. Ketidaksepakatan Dalam Masalah Tertentu
Pemerintah dan perusahaan mungkin memiliki pandangan yang berbeda dalam masalah tertentu, dan perusahaan dapat menganggap bahwa keputusan pemerintah tidak menguntungkan bagi bisnis mereka.
Namun, perlu diingat bahwa alasan pengambilan tindakan atau keputusan perusahaan melawan kebijakan pemerintah dapat bervariasi tergantung pada situasi dan kasus tertentu.
Tantangan dan Masalah Dalam Mengurai Konflik Agraria ?
Mengurai konflik agraria adalah proses yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang berimbang serta melibatkan berbagai pihak yang terkait. Berikut adalah beberapa langkah yang sering ditempuh, sebagai langkah untuk mengurai konflik agraria:
1. Dialog dan Mediasi
Fasilitasi dialog dan mediasi antara semua pihak yang terlibat dalam konflik, termasuk pemerintah, perusahaan, masyarakat, dan kelompok petani. Diskusi terbuka dan adil dapat membantu memahami perspektif dan kepentingan masing-masing pihak.
2. Penegakan Hukum
Memastikan penegakan hukum yang adil dan tegas terhadap semua pelanggaran hukum yang terjadi selama konflik agraria. Ini termasuk melindungi hak-hak masyarakat dan petani serta melindungi hak kepemilikan mereka.
3. Transparansi dan Partisipasi
Meningkatkan transparansi dan partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan terkait kebebasan dan sumber daya alam. Libatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan agraria untuk memastikan kepentingan mereka diakomodasi.
4. Penyelesaian Sengketa
Selalu mengedepankan mekanisme penyelesaian sengketa yang independen dan adil. Proses penyelesaian sengketa harus berdasarkan hukum dan norma-norma yang berlaku serta memastikan keterlibatan semua pihak terkait.
5. Pengelolaan Lahan Berkelanjutan
Melaksanakan pengelolaan lahan yang berkelanjutan dan berbasis ilmiah untuk memastikan keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Melakukan juga dampak jangka panjang dari penggunaan lahan terhadap masyarakat dan lingkungan.
6. Penguatan Kebijakan Agraria
Perkuat dan perbaiki kebijakan agraria yang ada, termasuk kebijakan redistribusi tanah yang adil dan perlindungan hak-hak petani serta masyarakat adat.
7. Pengawasan Independen
Adanya lembaga pengawas independen yang dapat memantau dan mengevaluasi implementasi kebijakan agraria serta menangani potensi pelanggaran hak asasi manusia.
8. Pendidikan dan Kesadaran
Tingkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang hak-hak mereka terkait ketersediaan dan keberlanjutan lingkungan melalui pendidikan dan kampanye informasi.
Mengurai konflik agraria membutuhkan komitmen dan kerjasama semua pihak terkait untuk mencapai solusi yang berkelanjutan dan adil. Dalam banyak kasus, diperlukan waktu, upaya, dan ketekunan untuk mencapai perdamaian dan penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang terlibat.
Catatan Redaksi