(Selamat Jalan Artidjo Alkostar)
Oleh : Elfahmi Lubis
Sang algojo koruptor itu telah mengakhiri janjinya di dunia ini kepada Allah SWT. Pria bersahaja itu telah kembali keharibaannya. Berita meninggal “judge ba’o” begitu dia dijuluki sungguh mengejutkan publik tanah air. Rakyat Indonesia yang selama ini selalu mengimpikan penegak hukum yang berintegritas kelas dewa, benar-benar kehilangan tokoh panutan dan sekaligus simbol perlawanan yang berani melawan mafia peradilan dam hegemoni para koruptor atas dunia peradilan. Ditangan sosok “malaikat” ini palu hakim benar-benar menakutkan, menggetarkan, dan sekaligus memberi harapan besar bagi rasa keadilan masyarakat. Hukum terasa hadir di ruang dan lorong keadilan ketika palu di tangan Pak Artidjo Alkostar. Bahkan, sosok Artidjo ketika masih menjadi Hakim Agung, mampu mengembalikan kewibawaan lembaga peradilan. Banyak para kuruptor terpaksa harus menerima putusan ditingkat pertama dan banding, karena takut jika kasasih ke MA perkaranya ditangani sang maestro itu. Soalnya, beliau tidak segan-segan mengganjar hukuman dua kali lipat kepada para koruptor, sebut saja hukuman yang dialami Angelina Sondakh yang dihukum 12 tahun penjara, Lutfhi Ishaaq PKS yang dihukum 18 tahun, Tommy Hindratno dengan hukuman 10 tahun penjara, dan Anas Urbaningrum yang hukuman awalnya 8 tahun diubah menjadi 14 tahun penjara.
Sosok yang melaikat dan selalu dikenang dari Artidjo Alkostar adalah kesederhanaan dan kesahajaan hidupnya. Padahal sebagai hakim agung, beliau adalah pejabat negara dan memiliki akses yang kuat dan besar untuk sekedar memperoleh kuasa/tahta dan uang. Namun semua privilage dunia yang menggiurkan itu sedikit pun tidak mengoyahkan integritas dan moralitasnya sebagai penegak hukum, beliau tetap tampil apa adanya. Naik bus kota dan bajaj adalah rutinitas kesehariannya ketika berkantor, begitupun penampilan dan gaya hidupnya. Tidak terlihat jam tangan mahal rolex melingkar ditangannya, tidak terlihat jas dan dasi mewah yang beliau pakai, tidak terlihat deretan mobil dan moge mewah di garasi rumahnya, tidak terlihat foto-foto beliau dan keluarganya saat liburan ke luar negeri, tidak terlihat rumah mewah dengan kolam renang dan ruang olahraga pribadi. Bahkan, suatu ketika saat di interview Andi F Noya di acara Kick Andy, beliau sempat ditanya apakah aktivitas setelah nanti pensiun dari hakim agung, beliau menjawab akan pulang kampung di Madura berternak kambing. Tidak ada sedikit pun ambisi terlihat dari raut wajahnya. Selanjutnya, ketika ditanya apakah tidak takut ketika menvonis koruptor dengan hukuman berat dan bakal mendapatkan serangan balik dari mereka? Dengan santai beliau menjawab tidak ada yang perlu ditakuti kalau apa yang kita lakukan itu benar, dan saya hanya takut dengan Allah.
Sosok Artidjo menghabiskan umurnya mengabdi untuk membela orang-orang yang tertindas secara hukum dan kemanusiaan. Sebelum menjadi Hakim Agung beliau adalah seorang dosen di Fakultas Hukum UII dan lawyer yang bertahun-tahun mengadvokasi korban pelanggaran HAM di masa orde baru yang terkenal dengan otorianismenya itu. Beberapa kasus riskan menjadi perhatian internasional seperti insiden Santa Cruz di Dili tahun 1992 dan kasus pelarungan darah wartawan Bernas Udin.
Mantan Direktur LBH Yogyakarta selama enam tahun dari 1983-1989, diakhir sisa hidupnya setelah pensiun dari hakim agung, masih sempat diminta pemerintah untuk.menjadi salah satu anggota Dewan Pengawas KPK. Diharapkan keberadaan beliau di Dewas KPK mampu meningkatkan peforma dan komitmen lembaga anti rasuah tersebut dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Selamat Jalan Sang Maestro dan Legend, Artidjo Alkostar, damailah di surga mu Ya Rabb …..🙏