Bupati Rachmat, TPP ASN Benteng Tertunda Terus: Anda-kan Mantan ASN Juga Mana Empatinya?

Bengkulu Tengah, Word Pers Indonesia – Sudah tiga bulan lamanya Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Bengkulu Tengah belum juga dicairkan. Kondisi ini menuai keluhan luas dari para pegawai, terutama mereka yang berada di level bawah dengan gaji yang sangat terbatas.

“Kami sudah tiga bulan tidak terima TPP, bang. TPP saya cuma satu juta, tapi itu sangat berarti karena gaji saya sudah tergadai di bank. Coba pikir, dari mana lagi kami bisa bertahan hidup?” ungkap salah seorang ASN di salah satu kecamatan, yang enggan disebutkan namanya.

Kondisi ini disebut sudah sangat memprihatinkan. Banyak ASN yang kini harus meminjam uang ke rentenir hingga menjalani pekerjaan sampingan sebagai ojek demi memenuhi kebutuhan harian.

Keluhan serupa juga datang dari ASN perempuan di salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menyebutkan bahwa TPP setingkat camat bisa mencapai Rp 3,5 juta hingga Rp 5 juta per bulan. “Kalikan tiga bulan belum dibayar, belum lagi yang level kepala dinas, bisa sampai Rp 10 juta sebulan. Sampai kapan ini Pak Bupati menahan hak kami?” ujarnya getir.

Efisiensi Tak Berarti Mengorbankan Hak Pegawai

Bupati Bengkulu Tengah, Rachmat Ryanto, diketahui menerapkan kebijakan efisiensi ketat sebagai alasan keterlambatan pencairan. Namun hal itu dinilai kebablasan dan justru berdampak langsung terhadap kesejahteraan pegawai.

“Sekarang beli tisu kantor saja harus izin Bupati, kami harus bawa HVS dari rumah untuk surat dinas,” kata salah seorang pegawai.

Padahal, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tidak memerintahkan penundaan TPP. Efisiensi yang dimaksud justru difokuskan pada perjalanan dinas, rapat mewah, hingga pengadaan barang yang tak mendesak.

TPP Wajib Dibayar, Bukan untuk Didepositokan

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, TPP merupakan belanja wajib yang harus dibayarkan secara rutin dan transparan. Namun, dugaan publik menyebutkan bahwa anggaran TPP tersebut kemungkinan ditempatkan ke dalam deposito berjangka untuk meraih keuntungan bunga.

Jika dugaan itu benar, maka hal ini bisa tergolong sebagai penyalahgunaan kewenangan yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Tipikor. Sanksi berat bahkan bisa menjerat kepala daerah, termasuk kemungkinan pemberhentian, sebagaimana diatur dalam Pasal 78 UU Pemda.

Kepala Bidang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang tidak ingin disebutkan namanya secara resmi, menyebutkan, “Kalau TPP belum dicairkan karena alasan kas belum cukup, seharusnya ada transparansi ke publik. Jangan sampai hak ASN dikorbankan demi kepentingan lain yang tidak jelas.”

ASN dan masyarakat diminta untuk aktif mengawasi kebijakan daerah, dan jika perlu melaporkan ke Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hingga penegak hukum apabila terdapat potensi pelanggaran terhadap anggaran negara.

Pak Bupati, Dengarlah Jeritan Rakyatmu

“Kalau benar tisu kantor saja harus izin, lalu bagaimana mungkin hak kami yang sah, yakni TPP, bisa dicairkan tanpa hambatan?” sindir salah satu ASN senior.

Kini, publik menanti jawaban dan tindakan tegas dari Bupati Bengkulu Tengah. TPP bukan sekadar angka di atas kertas, tapi nafkah yang menyangkut martabat keluarga para ASN.

Writer: Vox Populi VOx Dei

Posting Terkait

Jangan Lewatkan