Skandal Rekrutmen di RSJKO Soeprapto Bengkulu: Dugaan Suap Mencederai Pelayanan Publik

Bengkulu, Wordpers.id — Rumah Sakit Khusus Jiwa dan Ketergantungan Obat (RSJKO) Soeprapto Bengkulu yang seharusnya menjadi tempat penyembuhan, justru diterpa isu serius. Dugaan praktik pungutan liar (pungli) dan suap dalam proses rekrutmen karyawan mengemuka, mengguncang kepercayaan publik terhadap institusi kesehatan milik pemerintah tersebut.

Kabar ini pertama kali disuarakan oleh Anatasya Pase, kuasa hukum Samsul Bahri — terdakwa kasus gratifikasi di PDAM Tirta Hidayah Kota Bengkulu. Dalam keterangannya, Anatasya menyebut ada indikasi praktik serupa terjadi di lingkungan RSJKO Soeprapto.

Menanggapi hal tersebut, Presiden Lembaga Kajian Rakyat (LEKRA) Bengkulu, Deno Andeska Marlandone, menegaskan bahwa informasi mengenai dugaan suap dalam proses seleksi tenaga kerja di RSJKO bukan hal baru.

“Kami menerima laporan bahwa sejumlah peserta seleksi tenaga kesehatan diminta menyerahkan uang pelicin agar bisa diluluskan. Kalau ini benar terjadi, maka telah mencederai asas transparansi dan akuntabilitas,” tegas Deno, Minggu (20/07/2025).

Ia juga mengingatkan bahwa praktik semacam ini sangat merusak kredibilitas sektor kesehatan.

“Miris jika rumah sakit yang harusnya jadi tempat penyembuhan justru terkontaminasi mental birokrasi yang korup. Kalau Gubernur Bengkulu dan DPRD tetap bungkam, kami siap turun ke jalan. Ini menyangkut pelayanan rakyat,” katanya dengan nada tegas.

Kritik tajam ini mempertanyakan integritas sistem rekrutmen di lingkungan pemerintahan. Padahal, Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN secara tegas mengamanatkan agar proses pelayanan dan rekrutmen dilakukan secara profesional, transparan, bebas dari kolusi dan nepotisme.

Jika dugaan ini terbukti benar, maka publik akan mempertanyakan keseriusan Pemerintah Provinsi Bengkulu, khususnya pengawasan dari Gubernur Helmi Hasan dan DPRD Bengkulu terhadap manajemen RSJKO.

“Jangan sampai publik menelan janji BPJS gratis, tapi di balik layar justru dipenuhi praktik rekrutmen berbayar. Gratis di kasir, tapi bobrok di belakang meja,” ungkap Deno, menyindir keras ironi pelayanan publik saat ini.

Sebagai rumah sakit jiwa, RSJKO Soeprapto semestinya menjadi benteng terakhir bagi mereka yang mengalami krisis mental. Namun jika birokrasi di dalamnya justru mengidap penyakit ketamakan, maka yang harus dirawat bukan hanya pasien, tapi juga sistem yang rusak.

Editor: ANasril

Posting Terkait

Jangan Lewatkan