Jakarta, Word Pers Indonesia – Pengadilan Tinggi Jakarta mengabulkan sebagian gugatan perdata lingkungan hidup yang diajukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT Banyu Kahuripan Indonesia. Perusahaan sawit ini dinyatakan bersalah atas pembakaran lahan dan dihukum membayar ganti rugi ekologis sebesar Rp282,88 miliar.
Gugatan tersebut didaftarkan oleh KLHK melalui BPLH pada 18 Oktober 2024 dengan nomor perkara 929/Pdt.Sus-LH/2024/PN.Jkt.Brt. Awalnya, pemerintah menuntut ganti rugi materiil senilai Rp355,7 miliar dan biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp960,2 miliar.
“Pembukaan lahan dengan cara membakar telah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang tidak bisa dipulihkan sepenuhnya,” tegas Prof. Basuki, salah satu ahli yang dihadirkan dalam persidangan, Rabu (16/7/2025).
Bukti Tegas Pemerintah Melawan Perusak Lingkungan
Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLHK, Dodi Kurniawan, menyambut baik putusan ini. Ia menilai kemenangan tersebut sebagai tonggak penting dalam penegakan keadilan ekologis dan perlindungan lingkungan hidup secara menyeluruh.
“Kami akan terus melakukan upaya hukum agar seluruh gugatan perdata lingkungan hidup dapat dikabulkan untuk seluruhnya demi kelestarian fungsi lingkungan hidup (ex aequo pro natura),” kata Dodi.
Ia juga menegaskan bahwa tidak ada ruang toleransi bagi perusahaan yang terbukti membakar lahan. KLHK akan terus mengawal setiap proses hukum agar seluruh pelaku mendapatkan sanksi setimpal.
Kerugian Tak Tertutupi, Tapi Keadilan Harus Ditegakkan
KLHK menyebut, selain kerugian ekonomi, dampak ekologis dari pembakaran lahan sangat merusak keberlanjutan ekosistem. “Tidak ada uang yang bisa mengembalikan hutan dan fungsi ekologisnya. Tapi keadilan harus tetap ditegakkan,” ujar Dodi.
Pemerintah juga mengimbau seluruh pelaku usaha, khususnya di sektor perkebunan dan kehutanan, agar menaati regulasi dan tidak lagi menggunakan cara-cara destruktif dalam membuka lahan.