DLH Mukomuko Mengangkangi Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI
Sidak Komisi III DPRD Mukomuko ke lokasi perusahaan sawit PT Daria Dharma Pratama (DDP), Rabu 3 Juli 2025, seharusnya menjadi langkah awal pembenahan pengawasan lingkungan di tingkat lokal. Namun, justru membuka fakta memilukan: praktik tutup mata dan bisu yang mengakar di tubuh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mukomuko.
Pernyataan General Manager PT DDP yang menyebut DLH telah datang diam-diam mengambil sampel air tanpa koordinasi dengan DPRD atau masyarakat adalah sinyal telanjang dari praktik pengelabuan publik. DLH seolah tak berpihak pada warga yang selama ini hidup di bawah bayang-bayang pencemaran.
Tak Ada Lagi Alasan Lindungi DDP
Berdasarkan data resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, PT DDP tidak lagi dalam ranah sanksi administratif. Perusahaan ini—bersama empat lainnya—telah ditetapkan masuk jalur pidana karena tidak menunjukkan itikad baik dan telah merambah kawasan strategis konservasi seperti Taman Wisata Alam Seblat, Bukit Rambang, dan Air Ipuh.
Ini bukan pelanggaran kecil. Ini adalah perusakan ekologis berskala besar yang mengancam sumber air, tanah, dan ekosistem. DLH tahu. Tapi mereka diam.
Maka tak ada lagi pembenaran, tidak ada lagi ruang toleransi. DLH Mukomuko tak bisa terus menjadi tameng PT DDP.
Menurut data resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, delapan perusahaan yang telah mengajukan permohonan penyelesaian administrasi berdasarkan Pasal 110A dan 110B UU Cipta Kerja adalah:
PT Agro Nusa Rafflesia
PT Sandabi Indah Lestari
PT Agri Andalas Bengkulu
PT Alno Agro Utama
PT Mitra Puding Mas
PT Mukomuko Agro Sejahtera
PT Surya Andalan Primatama
PT Aqgra Persada
Mereka kini dalam tahap evaluasi, verifikasi lapangan, dan penghitungan nilai kerugian negara yang harus dibayar melalui skema Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Jika terbukti masuk dalam kategori Pasal 110A (telah memiliki izin non-kehutanan), maka perusahaan-perusahaan ini wajib membayar 10 kali lipat dari nilai kerugian negara.
Namun, hingga kini progres mereka minim. “Kami sudah minta pelaporan lanjutan, tapi belum juga dipenuhi,” ungkap Samsul Hidayat, S.Hut., M.M., Kepala Bidang Perencanaan, Pemanfaatan Hutan dan KSDAE DLHK Provinsi Bengkulu. Ia juga menegaskan, jika tidak patuh, maka negara akan menempuh jalur hukum paksa.
Sementara itu, lima perusahaan lainnya—PT Daria Dharma Pratama, PT PD Pati, PT Persada Sawit Mas, PT Laras Prima Sakti, dan PT Jetropa Solution—tak menunjukkan itikad baik dan tak bisa lagi menempuh jalur administratif. Mereka langsung masuk ke proses hukum pidana
Bupati Choirul Huda Harus Bertindak Tegas
Kini sorotan publik tak hanya mengarah ke DLH, tapi langsung ke Bupati Mukomuko, Choirul Huda. Dalam skema birokrasi, DLH adalah perpanjangan tangan kepala daerah. Jika DLH diduga melindungi pelanggaran lingkungan, maka publik dengan mudah akan menilai: Bupati-lah yang ikut melindungi.
Jangan sampai rakyat Bengkulu melihat Bupati Choirul Huda sebagai pelindkorporasi dan perusak lingkungan.
Dengan persolan ini persepi mulai mempertanyakan kinerja Kadis DLH
Masyarakat dan DPRD kini telah terbentuk persepi pemecatan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Mukomuko. Tidak hanya karena kelalaian administratif, tetapi karena dugaan kuat telah menyalahgunakan kewenangan dan menutup-nutupi fakta pencemaran.
Pecat Kadis DLH bukan hanya soal personal. Ini pesan moral: bahwa pejabat tidak boleh jadi makelar kepentingan korporasi.
Langkah Pemulihan dan Transparansi Publik
Sudah cukup DLH memainkan narasi dan menyembunyikan hasil uji laboratorium. Kini saatnya tindakan konkret:
1. Pecat Kadis DLH Mukomuko sebagai bentuk tanggung jawab politik Bupati dan pemulihan kepercayaan publik.
2. Serahkan penanganan kasus DDP langsung ke DLHK Provinsi atau KLHK.
3. Publikasikan hasil uji sampel air, laboratorium penguji independen dan harus diawasi lokasi pengambilan sampel.
4. Berikan air bersih dan kompensasi kesehatan untuk 1.500 warga terdampak.
5. Dorong Kejaksaan dan Gakkum LHK untuk mempercepat proses pidana terhadap PT DDP.
Jika Tidak, Maka Kita Tahu Siapa yang Mereka Lindungi
Sawit tidak bisa berdiri sendiri di kawasan konservasi. Selalu ada “jalan” yang dibuka. Dan selalu ada pejabat yang menutup mata.
Kini, masyarakat menanti bukan sekadar janj, tetapi keputusan politik yang berpihak pada rakyat. Bupati Mukomuko harus pecat Kadis DLH hari ini, atau bersiap dikenang sebagai pemimpin yang berdiri di barisan perusahaan, bukan rakyatnya.
Writer: Vox Populi Vox Dei