Seluma, Wordpers.id – Salah seorang tokoh masyarakat, Andre, mengkritik sikap Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Seluma yang dinilai kurang peduli terhadap praktik jual beli Lembar Kerja Siswa (LKS) yang marak terjadi di sekolah-sekolah SD dan SMP.
Andre meminta agar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Seluma segera melakukan peninjauan ke setiap sekolah untuk memastikan bahwa praktik jual beli LKS tidak terjadi lagi.
“Saya minta pihak terkait agar tidak abai terhadap praktik jual beli LKS yang jelas melanggar aturan yang berlaku. Peraturan Pemerintah (PP) telah menetapkan bahwa seluruh perlengkapan belajar dan mengajar harus ditanggung oleh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS),” kata Andre pada Rabu (15/8/2024).
Sekretaris Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pijar ini juga meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menindaklanjuti kasus praktik jual beli LKS yang tampaknya sudah menjadi hal biasa di sekolah negeri di Kabupaten Seluma.
“Bila perlu, APH harus menindak tegas praktik jual beli LKS di sekolah. Apalagi belakangan ini terungkap bahwa oknum guru terlibat dalam penjualan LKS,” ujarnya.
Andre menegaskan bahwa Dinas Pendidikan telah mengimbau semua pihak di sekolah, termasuk kepala sekolah dan guru, untuk tidak melakukan jual beli LKS. Jika penjualan LKS tetap terjadi, maka dapat dikategorikan sebagai pungutan liar atau pungli.
“Jual beli LKS jelas dilarang. Jika masih dilakukan, maka bisa dianggap sebagai pungutan liar,” jelas Andre.
Larangan penjualan LKS tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pada Pasal 181 yang menyebutkan:
“Pendidik dan tenaga kependidikan, baik perorangan maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, dan pakaian seragam di tingkat satuan pendidikan.”
Aturan ini diperkuat dengan Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 pasal 11 tentang Pelarangan Penjualan Buku, serta Permendikbud Nomor 8 Tahun 2016 tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan, yang melarang satuan pendidikan untuk menjual buku kepada siswa.
“Ini jelas melanggar peraturan yang ada. Seharusnya ada penindakan tegas dan sanksi bagi pihak sekolah atau kepala sekolah yang terlibat,” tambah Andre.
Sebelumnya, seorang guru SMPN mengungkapkan praktik jual beli LKS di sekolahnya, di mana harga buku LKS dipatok Rp 15.000 per buah. Siswa diminta membeli 11 buku LKS sesuai dengan jumlah mata pelajaran di sekolah tersebut.
“Satu buku LKS dipatok seharga Rp 15.000. Siswa harus membeli 11 buku LKS untuk 11 mata pelajaran di sekolah ini,” kata seorang guru SMPN yang telah mengajar selama belasan tahun.
Menurut informasi yang diterima, harga sebenarnya buku LKS adalah Rp 10.000. Namun, berdasarkan rekomendasi Kepala Sekolah, harga jual ditetapkan Rp 15.000 agar para guru bisa mendapatkan keuntungan Rp 5.000 per buku.
“Siswa tidak diharuskan membayar sekaligus; mereka bisa membeli LKS satu per satu sesuai mata pelajaran. Pembayaran juga bisa dicicil. Sementara harga asli adalah Rp 10.000, dijual Rp 15.000 untuk mendapatkan keuntungan tambahan bagi guru yang menjual buku LKS tersebut,” ungkapnya.