Cantika dan Bara Apinya

Foto Ekslusif Dokumen SLE Bagus

Oleh Bagus SLE

Irfan melangkah dengan nafas tersengal di antara pepohonan. Setelah check out dari hotel menjelang azan Jumat tadi. Wajah lelah itu menyadari ada yang salah pada dirinya.

Sepanjang perjalanan sambil menyetir mobil jempol tangan kanannya hampir tidak lepas dari mulutnya. Kebiasaan menggigit kuku ketika sedang berfikir keras. Dia tidak tahu sejak kapan hal itu mulai dia lakukan.

Hari ini dia ingin menyendiri. Pria 35 tahun itu memarkirkan mobil kreditan yang akan lunas setahun lagi itu di jalan desa terakhir sebelum melanjutkan perjalanan ke Gunung Bungkuk. Tempat yang paling dia gemari sejak lima tahun terakhir.

Di sebuah anak sungai kecil Irfan membelokkan langkahnya melompat lincah di atas bebatuan. Tujuannya adalah ujung aliran air. Karena pemandangannya sangat indah.

Sungai kecil ini berakhir di mulut tebing yang sangat tinggi. Jika saja debit airnya besar, tentu akan menjadi air terjun yang lumayan tinggi dan indah.

Tidak fokus pada jalan yang di tempuh membuat laki-laki ini tersandung pada salah satu akar pohon. Tubuh atletisnya tersungkur dan terjerembab pada lereng tebing yang curam. Hampir saja akan meluncur jatuh jika saja tangannya tidak dapat meraih akar yang tergantung.

“Terimakasih, Tuhan. Kau telah memberikan kesempatan untuk aku memperbaiki diri.”

Spontan kalimat syukur yang lahir dari hati paling dalam ketika mata sedikit sipitnya melihat ke bawah. Bebatuan gunung yang cadas dan berukuran sangat besar siap menyambut tubuh dan meremukkan tulang-tulangnya jika sempat terjatuh.

Setelah bersusah payah dan sangat hati-hati Irfan naik lalu membaringkan tubuhnya pada batu yang datar di bibir jurang. Persendiannya sempat gemetar dan lemas oleh kejadian barusan. Di saat menata nafasnya, android lima jutaan yang masih berada di saku celananya bergetar.

Masih dengan lemah tangan yang kotor meraih benda tersebut. Dari jendela pesan dia melihat ada pesan dari seseorang yang sangat dia kenal. Agak enggan dia membuka pesan tersebut.

“Sayang, kamu di mana sekarang? Kok kamu tega tinggalin aku sendiri sih?”

Tubuh yang masih berbaring itu mengabaikan kalimat yang sudah dia duga sebelumnya.

Dia masih berbaring dan tidak ada keinginan untuk membalas. Dedaunan rapat pepohonan di atasnya menghalangi sinar matahari langsung mengenai mata dan tubuhnya. Beberapa semburat cahaya menembus sela daun-daun.

“Indah!” Bisiknya lembut pada alam.

Beberapa saat kemudian pemilik kaki jenjang dengan pantat bahenol meninggalkan tempat istirahat kegemarannya setiap mengadakan perjalanan ke gunung yang konon kabarnya sangat mistis dan menjadi tempat bersemayam para leluhur masyarakat Bengkulu.

Terik matahari pukul 3 sore hari yang menyengat tidak dihiraukan oleh pemilik tinggi tubuh 172 cm yang masih berjalan di antara pepohonan kopi milik masyarakat sekitar.

Sepatu branded melindungi kakinya dari tajam bebatuan di beberapa tempat di jalan yang ditempuh. Kegemarannya pada barang-barang mahal mulai timbul ketika Cantika sudah masuk dalam keseharian Irfan. Dan itu hampir satu tahun ini.

Di beberapa pinggir jurang dia berhenti. Menikmati panorama yang berbeda setiap sisi. Suasana dan pemandangan lembah-lembah dan perbukitan inilah yang menjadi candu bagi Irfan.

Sebagai kepala desa yang jabatannya masuk tahun kedua periode ke dua ,lingkungan perbukitan sekitar gunung kebanggan masyarakat rejang ini mampu membuat dia tenang dan memberikan solusi dari permasalahannya.

Kesuksesannya meningkatkan pendapatan penduduk desa pedalaman yang miskin pada periode pertama membuat masyarakatnya mempercayai posisi itu lagi.

Dia adalah kades muda yang disegani oleh banyak orang.

Awal-awal periode ke dua dimulainya perubahan kehidupan seorang pria dengan satu orang anak dan seorang istri ini.

Seorang wanita muda, cantik dan sedang menempuh pendidikan perguruan tinggi mulai memasuki kehidupannya. Pria mana yang akan menolak?

Sedikit demi sedikit benteng pertahanan kokoh sang pemimpin mulai terkikis. Perlahan dia mengabaikan nasehat temannya yang selama ini membuat seorang Irfan yang cuma tamat SMA bisa menjadikan desa kecilnya menjadi sentra penghasil gula merah bagi ibukota.provinsi.

“Anggap saja Cantika itu adalah wanita yang akan menenggelamkanmu, supaya kamu berhati-hati.”

Kalimat itu mengiang di telinga Irfan saat ini dan membuat dia reflek memperhatikan sekeliling. Kata-kata ‘penasehatnya’ sangat jelas masuk gendang pendengarannya.

Irfan mempercepat langkah. Selain hari sudah semakin sore, dia juga ingin cepat memulihkan tubuhnya di sebuah pondok yang selalu siap menerima setiap kedatangannya.

Malam saat purnama enam belas di sebuah bukit yang merupakan punggung dari Gunung Bungkuk. Udara dingin menyusup ke kulit bersih pria dewasa yang sedang galau. Pemandangan ratusan kunang-kunang yang beterbangan di sela-sela pohon kopi menjadikan alam penuh kelap-kelip lampu kecil. Sungguh pemandangan yang selalu dirindukan oleh Irfan yang sedang bertafakur dengan dagu menempeli meja.

“Cantika… Hm…. ”
Secara tidak sadar lidahnya menggumamkan nama anak seorang wakil rakyat di kabupatennya tersebut.

“Desa kita sangat banyak pohon aren. Jadikan ini penghasil uang masyarakat kita.”

Demikianlah kalimat awal penyebab keberhasilan Irfan. Ide yang sangat brilian dari mulut seorang pria yang tidak tamat SD. Sahabat masa kecil hingga saat ini. Awalnya Irfan mentertawai ide tersebut.

“Mahmud… Mahmud… Dari nenek moyang kita hidup dari pohon kopi….!”

“Lihat kenyataan, Fan. Pohon-pohon kopi tersebut tidak bisa membawa anak-anak desa kita mendapatkan pendidikan yang layak. Paling tinggi tamat SMP. Kamu satu-satunya yang menyelesaikan SMA. Itupun bukan dari kopi.”

Kata-kata Mahmud menghantam nurani Irfan yang saat itu baru 3 hari menduduki jabatannya. Mahmud benar. Dirinya menamatkan SMAnya dengan menjadi pencuci kendaraan di sebuah pencucian mobil.

“Bagaimana caranya? Tidak ada seorangpun penduduk desa kita yang tahu menyadap nira.” Akhirnya pemimpin baru desa itu dapat menerima pemikiran luar biasa tersebut.

“Kita datangkan satu atau dua orang penyadap dari luar. Kita mulai dulu dari beberapa pohon aren yang ada di kebunmu. Sebagai percontohan.”

Angin yang lembut mendesau merdu di antara dedaunan kopi. Irfan tersenyum manis. Dia beruntung punya Mahmud. Pemikiran-pemikiran di luar jangkauan masyarakat desa pada umumnya membantu Irfan mengangkat derajat kampung miskin menuju kampung yang dihormati dan ditiru oleh kampung-kampung lainnya dalam memaksimalkan potensi daerah masing-masing.

“Cantika itu racun bagimu, Fan. Jangan kau reguk. Kau akan mabuk, lalu mati.”

Tadinya, kalimat itu dianggap angin lalu. Bahkan sempat menganggap bentuk kecemburuan dari seorang Mahmud.

Sekarang, sepi malam dan lagu satwa malam serta tarian kunang-kunang membuat Irfan yang sedang mengetuk-ngetuk jari telunjuk ke meja, membenarkan nasehat itu.

Hp di atas meja bergetar. Cahaya layarnya menyilaukan mata Irfan dalam remang malam. Dia melirik sesaat lalu mengabaikan ketika melihat nama Cantika muncul di layar. Berkali-kali hingga panggilan itu berhenti.

Begitu juga pesan yang banyak masuk. Tidak di tanggapi sama sekali. Sesaat kemudian tangan Irfan meraih hp tersebut lalu mematikan data.

“Kamu selingkuh, pa…. Kamu tega!” Itu kalimat istrinya ketika secara menemukan kalimat-kalimat mesra dari Cantika di WA milik Irfan yang dikirim tengah malam. Tangisan sang istri yang telah menyertai perjuangan hidupnya tidak menghambat penghianatan tersebut. Malah semakin jadi.

Kepalang tercelup, nyebur saja sekalian. Itulah pikirannya saat itu dan sikap tersebut adalah bara yang akan memulai membakar rumah tangganya, bahkan kedudukannya sebagai orang yang dihormati di desa.

Bara api semakin lama semakin membesar mulai membakar pilar rumah tangganya yang tadi kokoh.

Dalam situasi seperti itu selalu ada yang mengipasi dan menyiram minyak.

Setiap keadaan buruk pasti Ada pahlawan yang akan mengambil kesempatan. Begitu juga terhadap panasnya rumah tangga dan kursi kepemimpinannya.

Hati sang istri yang panas disejukkan oleh seorang pemuda desanya dan semakin lama semakin menimbulkan kecemburuan pula di hati Irfan.

Jadilah rumah tangga mereka bagai berada di arena pertarungan. Perselingkuhan di balas pernghianatan.

Menurut Irfan pembalasan istrinya ebih keji. Wanita itu malah berani membawa laki-laki tersebut ke rumahnya. Walau cuma ngobrol di ruang tamu ditemani sang anak dan mertua.

Tapi bagi Irfan itu adalah pembalasan paling telak mengenai kelaki-lakiannya.

‘Sayang, kita refreshing ke kota yuk. Aku lagi mumet nih… “

Panggilan video Cantika bagai pantun bersambut. Berangkatlah si kepala keluarga dan kepala desa tersebut ke kota. Menemui gadis yang menyebabkan istana rumah tangganya terbakar.

Pada malam pembalasan tersebut Irfan dan Cantika bergulat di kasur empuk hotel bintang empat. Ruangan yang dingin oleh pendingin membuat mereka berkeringat. Pergulatan yang berulang-ulang membuat keduanya terkapar.

Setelah istirahat sejenak, lalu bergumul kembali. Siapa yang menang? Entahlah.

Ketika terbangun tadi siang, Irfan segera meninggalkan hotel setelah membersihkan diri. Sepanjang jalan dia menyesali perbuatan tadi malam.

Sosok kepala desa ini sebenarnya adalah sosok yang sangat pantas mendapat pujian. Semasa remaja dia sudah pekerja keras dan fokus mengejar impiannya. Aktif dalam menggerakkan anak muda desa untuk berolah raga.

Sebagai orang yang selalu bekerja keras sekaligus pemain voly desa, wajar jika tubuhnya berbentuk.

Ditambah wajahnya yang cukup manis dari pemuda lain dan pendidikan lebih tinggi dari teman-teman sedesa, membuat Irfan jadi idola para gadis dan ibu-ibu. Pandai mengaji dan aktif juga di mesjid semakin menempatkan posisi Irfan semakin tinggi.

Sangat pantas jika pria yang baru menikah tersebut menang telak melawan calon lain, yaitu kepala desa lama.

Tapi Cantika datang ke kehidupannya dengan membawa bibit api. Api mulai melahap semua pencapaiannya.

Setelah percumbuan tadi malam dan sebelum tertidur, ketika akan ke kamar mandi, tidak sengaja Irfan membaca pesan yang dikirim seseorang ke HP milik Cantika. Dan orang itu adalah mantan kepala desa lama.

Bekas jari-jari Cantika pada pola di layar hp tersebut telah membantu Irfan menghapus semua yang akan membahayakan dirinya.

“Kamu harus bisa mengajak dia tidur bersama. Pastikan kamu dapat videonya.”

Tuhan masih sangat sayang pada Irfan. Dia tidak menginginkan Irfan jatuh dalam kehinaan. Cantika terlanjur mabuk oleh minuman keras dan obat yang dia konsumsi hingga dia tidak menyadari tugas utamanya. Beruntungnya lagi semua foto mereka di gawai Cantika segera dihapus oleh Irfan termasuk foto-foto lama.

Sebelum dia tinggalkan kamar hotel laki-laki yang hampir saja kalah telak oleh lawan politiknya kembali memeriksa alat komunikasi Cantika.
Memastikan bahwa barang bukti betapa bejad dirinya Benar-benar tidak ada lagi.

“Anggap Cantika adalah wanita yang akan menenggelamkanmu… “

Nasehat Mahmud diingat oleh Irfan kembali.

“Baiklah Mahmud sahabatku tercinta. Aku akan menghentikannya. Tapi bantu aku menemukan cara untuk berhenti…. “

“Hoaammzz… “

Irfan menguap. Matanya mengantuk dan dia segera masuk ke pondok. Untuk mengistirahatkan tubuh dan otaknya yang lelah.
____________

Catatan : Hanya cerita fiktif belaka. Silahkan para pembaca sekalian membuat ending menurut keinginan sendiri-sendiri.