Penelitian Tindakan Kelas Tentang  Pengaruh Permainan Tradisional Terhadap Jiwa Sosial Anak Usia Dini di Paud Terpadu Tunas Harapan 

Artikel Tiwi Rizki Penelitian Tindakan Kelas Paud Terpadu Tunas Harapan Desa Tanjung Jaya Kecamatan Ipuh Kab Mukomuko Bengkulu

Penelitian Tindakan Kelas Tentang  Pengaruh Permainan Tradisional Terhadap Jiwa Sosial Anak Usia Dini di Paud Terpadu Tunas Harapan 

Oleh: Tiwi Rizki

PAUD Terpadu Tunas Harapan Terletak di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Ipuh Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu

Publiser On Redaksi Word Pers Indonesia Januari 2021

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh permainan tradisional terhadap Jiwa sosial pada anak Paud Terpadu Tunas Harapan. Asumsinya bahwa penyesuaian sosial anak akan meningkat setelah diberikan permainan tradisional kelompok, sehingga penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan design pretest posttest control group design. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian berupa behaviour checklist, yaitu alat observasi yang berupa daftar yang berisi nomor nomor subjek dan perilaku-perilaku yang diharapkan muncul sebagai analisa untuk mengetahui berbagai perilaku yang muncul selama penelitian. Penggunaan alat ukur pada waktu sebelum dan sesudah pemberian permainan tradisional kelompok.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal bulan Agustus 2020. Subjek penelitian sebanyak 15 orang siswa PAUD Terpadu Tunas Harapan yang dipilih secara random, yaitu 6 siswa untuk kelompok eksperimen dan 9 siswa sebagai kelompok kontrol. Usia anak dalam rentang 7-8,5 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa p=0,04 (p<0,05). Hal ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol berdasarkan gain score, yaitu perubahan atau selisih skor posttest dan pretest. Penelitian ini membuktikan bahwa ada pengaruh pemberian permainan tradisional kelompok terhadap penyesuaian sosial pada anak. Anak yang diberikan permainan tradisional kelompok skor penyesuaian sosial lebih tinggi daripada anak yang tidak diberikan permainan tradisional kelompok.

Kata Kunci: Anak Usia Dini; Sosial; Permainan Tradisional.

Tiwi Rzki Guru Paud Terpadu Tunas Harapan Bersama Anak anak

PENDAHULUAN

Seiring berjalannya waktu, tentunya jiwa manusia akan selalu berkembang. sehingga pasti mengalami suatu perubahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Desmita (2005), yang menyebutkan bahwa perkembangan mengandung suatu perubahan. Perubahan-perubahan itu bertujuan agar individu mampu menyesuaikan diri pada lingkungan. Individu yang berhasil menyesuaikan diri dengan baik secara pribadi dan sosial akan mempunyai kesempatan untuk mengungkapkan minat dan keinginan keinginannya dengan cara-cara yang memuaskan. Perubahan dalam kehidupan manusia dapat dilihat pada masing masing tahap perkembangan dan setiap tahap terdapat tugas perkembangan yang harus dilalui oleh setiap individu. Tugas perkembangan menurut Havighurst (Monks, dkk., 2002) yaitu tugas yang harus dilakukan individu dalam masa hidup tertentu sesuai dengan norma masyarakat dan norma kebudayaan. Salah satu aspek dalam tahap perkembangan manusia adalah aspek sosial. Yusuf (2009) mengemukakan perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial atau dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi; meleburkan diri menjadi suatu kesatuan, saling berkomunikasi, dan bekerja sama. Jadi, semakin bertambahnya usia seseorang, semakin besar pula tuntutan sosial yang harus dipenuhi.

Penyesuaian sosial menurut Fatimah (2006) terjadi dalam lingkup hubungan sosial di tempat individu itu hidup dan berinterakasi dengan orang lain. Hubungan-hubungan sosial tersebut mencakup hubungan dengan anggota keluarga, masyarakat, sekolah, teman sebaya, atau anggota masyarakat luas secara umum. Hurlock (1999) mengemukakan ketika masa awal sekolah, kebanyakan anak mengalami ketidakseimbangan dalam menghadapi tuntutan dan harapan yang baru, seperti anak masih sulit untuk bekerjasama dengan teman-teman baru maupun guru. Hal ini terjadi karena anak mengalami gangguan emosional, seakan-akan anak masih belum sanggup untuk memenuhi semua tuntutan dan harapan, ketika anak baru masuk kelas satu sekolah dasar. Padahal menurut Rochmah (2005), pada masa ini anak dituntut untuk mampu bergaul, bekerjasama, membina hubungan baik dengan teman sebaya, saling menolong,dan membentuk kepribadian sosial, yakni belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru serta teman-teman sebayanya. Kurangnya minat anak untuk menyukai kegiatan bersama orang lain maupun anak yang hanya mau melakukan kegiatan bersama dengan kelompoknya saja juga semakin ,menunjukkan semakin rendahnya penyesuaian sosial anak saat ini.

Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua siswa di PAUD Terpadu Tunas Harapan. Saat ini anak selama sekolah anak tidak mau mengerjakan tugas dari guru, tetapi anak menuntut kepada guru agar diberikan nilai tertinggi di kelas meskipun tidak mengumpulkan tugas. Anak senang bermain saat guru sedang menjelaskan pelajaran di kelas. Selain itu, anak lebih senang menyendiri, tidak mau bergabung maupun bermain dengan anak lain. Kasus lain mengenai rendahnya penyesuaian sosial anak didapatkan dari laporan dari orang tua siswa yang berusia masih tergolong muda), berdasarkan pengakuan dari orang tua, perilaku anak tidak mau bergaul dengan orang lain termasuk dengan teman sebaya dan kerap menyendiri. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial pada masing-masing anak. Schneiders (1964) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial adalah kondisi fisik dan determinannya, perkembangan dan kematangan, faktor psikologis dan budaya, serta kondisi lingkungan yang meliputi lingkungan keluarga atau rumah, sekolah dan masyarakat. Adapun faktor kondisi lingkungan di sekolah menjadi fokus perhatian dalam penelitian yang mempengaruhi penyesuaian sosial anak. Kondisi lingkungan yang dimaksud adalah keberadaan seorang anak bersama-sama dengan teman sebaya di lingkungan sekolah, yang dilakukan dalam bentuk kegiatan bermain. Waktu yang digunakan untuk bermain masih sangat luas dibandingkan setelah anak memasuki Sekolah Paud. Anak semakin banyak  dituntut untuk memenuhi prestasi akademik, sehingga waktu yang diberikan untuk berhubungan dengan teman sebaya melalui kegiatan bermain semakin dipersempit.

Tedjasaputra (2001) menegaskan bahwa dengan bermain, anak akan memahami kaitan antara dirinya dengan lingkungan sosialnya, belajar bergaul, dan memahami aturan ataupun tata cara pergaulan. Selain itu, anak akan belajar menempatkan diri yang pada dasarnya sebagai makhluk sosial. Anak juga dapat mempelajari arti penting nilai keberhasilan pribadi dalam kelompok. Apabila hal ini dapat dilakukan, kemungkinan anak akan berhasil melakukan penyesuaian sosialnya dengan baik. Bermain sangat mempengaruhi penyesuaian sosial pada anak (Hurlock, 1999), hal ini telah dibuktikan dalam penelitian Anggraeni (2008) Salah satu bentuk pelatihan yang diberikan kepada anak dalam penelitian Anggraeni adalah berupa permainan kelompok. Hal ini telah memberikan kontribusi dalam meningkatkan penyesuaian sosial anak. Ada beberapa jenis permainan yang seharusnya masih bisa dimainkan anak sekolah dasar tanpa mengurangi tanggung jawab anak untuk memenuhi tuntutan sekolah, karena pada dasarnya tujuan dari permainan sebagai hiburan bagi anak dan dicapai hanya saat permainan berlangsung. Parten (Tedjasaputra, 2001) meninjau permainan anak dari sudut tingkah laku sosial menemukan enam kategori permainan anak, yaitu:

unoccupied play, solitary play, onlooker play, parallel play, assosiative play, dan cooperative play.

Secara umum, permainan dapat dimainkan secara individu maupun kelompok. Biasanya permainan yang dimainkan secara kelompok akan melibatkan interaksi sosial anak dengan teman-teman sebaya, permainan jenis ini menurut Bergin (Santrock, 2002) disebut sebagai permainan sosial. Banyak permainan yang dapat dimainkan dengan melibatkan banyak orang, misalnya permainan tradisional, meskipun permainan ini sudah jarang ditemui dan dimainkan oleh anak-anak. Sarwendah (2009) telah membuktikan dalam penelitiannya. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara intensitas bermain play station jenis action dengan perilaku bullying.

Hal yang sangat ditakutkan apabila anak meniru adegan yang banyak melibatkan kekerasan seperti dalam permainan, misalnya anak bertindak melakukan kekerasan ketika berbaur dengan orang lain, sehingga hubungan dengan orang lain menjadi tidak baik dan dapat mempengaruhi penyesuaian sosial ke depannya. Setiap permainan memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing, tidak menutup kemungkinan permainan tradisional memiliki banyak kelebihan untuk melengkapi kekurangan yang tidak dimiliki pada permainan modern. Permainan tradisional  terdapat beberapa macam, baik yang dapat dilakukan hanya dua orang sampai yang harus dimainkan secara berkelompok atau antar tim. Permainan tradisional yang dimainkan secara kelompok, menurut Arikunto,
dkk. (2006) seperti, balapan midah gendera, gerobak sodor, kasti, dan petak umpet. Sugiyo, dkk. (2007) menambahkan macam-macam permainan tradisional kelompok lainnya, yaitu benthik, blarak-blarak sempal, gobag sodor, dan jeg-jegan. Berdasarkan uraian fenomena di atas, peneliti sangat tertarik mengenai permainan tradisional kelompok khususnya beberapa deretan permainan di atas karena selain sudah tidak dikenali oleh anak-anak pada masa kini, juga tidak banyak mengandung unsur kekuatan fisik dan berisiko.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh permainan tradisional terhadap penyesuaian jiwa sosial anak. Penyesuaian sosial menurut Schneiders (1964) adalah suatu kemampuan individu untuk bereaksi secara sehat dan efektif terhadap hubungan, situsi, dan kenyataan sosial yang ada sehingga dapat mencapai kehidupan sosial yang menyenangkan dan memuaskan. Penyesuaian sosial meliputi penyesuaian di rumah atau keluarga, sekolah, dan masyarakat. Permainan tradisional kelompok diartikan sebagai suatu jenis permainan yang merupakan warisan turun temurun, yang dimainkan oleh sekumpulan orang dengan tujuan semata-mata hanya memperoleh kesenangan ketika bermain (Syah, 2002).

15 Permainan Tradisional Indonesia yang saat ini masih digemari pada anak anak

Seperti yang diketahui, kini mayoritas anak-anak Indonesia di semua kalangan, lebih tertarik untuk memainkan gadget, smartphone, video game, hingga game online.

Terlebih, pandemi Covid juga membuat anak-anak sulit berekspresi di dunia luar, sehingga hanya gadget yang bisa dijadikan alat hiburan di rumah.

Bukan tanpa alasan, mengapa permainan tradisional jauh lebih baik dari permainan moderen saat ini. Hal itu dikarenakan, gadget memiliki beberapa dampak negatif bagi mental, sosial, hingga kesehatan anak.

Nah, mumpung sebentar lagi Indonesia akan memperingati hari kemerdekaan, sepertinya akan menjadi kegiatan yang asyik untuk melihat kilas balik deretan permainan tradisional zaman dulu, untuk dijadikan perlombaan 17 Agustus-an.

Meski dalam kondisi pandemi, beberapa permainan tradisional Indonesia ini, tetap bisa dimainkan dengan mengikuti protokol kesehatan kok. Jadi, gak ada alasan untuk kembali mengenang keseruan permainan tersebut!

Permainan yang biasa dimainkan oleh anak-anak, remaja hingga orang dewasa ini, ternyata juga sangat bermanfaat untuk memicu kreativitas, sekaligus bisa menyehatkan tubuh.

Berikut ini adalah nama nama permainan tradisional:

1. Congklak

Permainan tradisional Indonesia yang pertama adalah congklak. Permainan yang menggunakan biji kerang dan papan berlubang ini, hanya bisa dimainkan oleh dua orang saja.

Untuk lubang papannya sendiri terdiri dari 16 lubang, sementara biji kerangnya memiliki 98 buah. Biji akan diletakan di setiap lubang dengan jumlah yang sama, kecuali lumbang yang besar di sisi kanan dan kiri.

Untuk cara bermainnya, kamu harus tentukan siapa yang akan mulai jalan terlebih dulu. Pemain pertama akan jalan dengan cara meletakan satu persatu biji, di setiap lubang dari kiri ke kanan sampai habis, dan ambil lagi biji di tempat terakhir biji diletakan.

Lakukan hal tersebut sampai biji masuk di lubang yang kosong, dan bergantian dengan pemain kedua.

Jika, lubang besar yang ada di sisi kiri mu memiliki biji lebih banyak, maka kamu adalah pemenangnya.

2. Bola Bekel

Permainan tradisional yang selanjutnya adalah bola bekel. Permainan yang satu ini, hanya membutuhkan bola karet yang bisa memantul, dan biji yang terbuat dari tembaga/kuningan.

Meski hanya memantulkan bola dan mengambil biji, permainan ini ternyata uga butuh keahlian, kecepatan tangan, dan konsentrasi yang penuh. Jika tidak, kamu tidak akan naik level, dan kalah dengan pemain yang lain.

Permainan ini, juga bisa dimainkan dengan beberapa orang, dengan cara bergantian. Nah, semakin tinggi level yang sudah kamu lalui, maka permainan akan semakin menantang.

Karena, yang awalnya kamu hanya mengambil biji satu persatu, di level tertentu kamu harus mengambil biji sekaligus enam, dalam sekali pantulan bola.

3. Lompat Karet

Siapa di sini, yang sehabis pulang sekolah langsung main lompat karet? Ya, permainan tradisional yang satu ini memang sangat mengasyikan.

Permainan yang biasa dimainkan oleh para anak-anak perempuan ini, juga harus diperlukan keahlian, terutama dalam hal melompat tinggi.

Karetnya sendiri juga menggunakan karet gelang, yang disambung menjadi sebuah tali panjang yang tidak mudah putus.

Permainan ini, bisa dilakukan oleh banyak orang. Dua orang di antaranya harus menjadi penjaga karet dan harus memegangnya, sampai ada pemainnya yang gagal, lalu bergantian jaga.

4. Jingkrak/Engklek/Kotak Sembilan

Untuk permainan tradisional yang satu ini, tidak memerlukan properti yang penting. Karena kamu, hanya memerlukan pecahan genting tanah liat saja, dan lahan tanah yang cukup luas serta rata.

Selanjutnya, kamu bisa mulai membuat garis yang membentuk kotak, berjumlah sembilan buah, serta pecahan genting untuk dilemparkan.

Permainan ini sangat sederhana, karena cara bermainnya hanya cukup melemparkan pecahan genting ke dalam kotak, dan kamu harus melompat sampai kotak yang terdapat pecahan genting tadi.

Selain, membutuhkan keseimbangan melompat dengan satu kaki, pemain juga harus konsentrasi saat melempar genting ke dalam kotak. Jika meleset, maka kamu harus mengulangnya dari awal.

5. Kucing Jongkok

Selanjutnya ada permainan kucing jongkok, yang juga tidak memerlukan properti apapun, untuk memainkan. Karena kamu hanya perlu mengumpulkan orang sebanyak mungkin untuk dijadikan peserta.

Di sini kamu hanya perlu menentukan siapa yang akan menjadi kucing (satu orang), untuk mengejar-kejar peserta yang tidak jongkok. Jika ada peserta yang tertangkap kucing, maka ia harus bergantian menjadi kucingnya.

Permainan tradisional ini, memang harus membutuhkan kerja sama yang kuat dan kejujuran. Karena, jika peserta yang sudah jongkok, tidak bisa berdiri kecuali ditolong oleh peserta lain yang tidak sedang jongkok dengan pengawasan kucing. Unik ya!

6. Kelereng

Siapa yang sampai sekarang masih mengoleksi kelereng atau gundu? Ya, permainan tradisional ini sangat keren pada zamannya.

Karena, siapa yang memiliki banyak kelereng, dengan jenis tertentu mereka bisa disebut keren.

Ada banyak jenis permainan kelereng, yang intinya kamu harus menyentil kelereng lawan hingga tepat sasaran.

Jika tepat sasaran, maka kelereng lawan bisa menjadi milikmu.

7. Petak Umpet

Sama seperti permainan kucing jongkok, permainan tradisional petak umpet juga tidak membutuhkan properti apa-apa, dan hanya membutuhkan peserta saja.

Petak umpet juga hanya membutuhkan satu orang penjaga, yang akan mencari semua peserta yang bersembunyi, sampai semuanya ditemukan.

Uniknya, penjaga dipilih dengan cara disebut urutan barisnya oleh penjaga sebelumnya.

Ada hal yang mungkin bikin kamu rindu dari permainan ini, yakni ada peserta yang pulang dan tidak bersembunyi, sehingga penjaga kewalahan untuk menemukannya. Hehe jahil ya!

8. Egrang

Permainan tradisional Indonesia yang selanjutnya ini, mungkin harus membutuhkan keahlian keseimbangan yang baik.

Karena, bermain egrang tidaklah mudah. Permainan yang terbuat dari kayu atau bambu ini, dibuat bak tongkat yang bisa dinaikkan dan digunakan untuk berjalan.

Bahkan, buat kamu yang baru mencoba, pasti akan sulit menyeimbangkannya, bahkan hingga terjatuh berkali-kali hingga akhirnya berhasil/.

9. Bentengan

Pernah main bentengan waktu sekolah di jam olahraga? Pasti kamu anak 90-an ya! Karena permainan tradisional bentengan merupakan salah satu permainan yang membutuhkan kerjasama kelompok.

Pasalnya, semua peserta benteng harus menjaga benteng dan anak buah, agar tidak diambil musuh.

Bahkan, sesekali musuh akan memberontak, agar pemilik bentek memencar dan musuh akan lebih mudah menangkapnya, dan menguasai benteng.

10. Gasing

Bukan anak 90-an kalau kamu belum pernah main permainan tradisional gasing, yang terbuat dari kayu, atau plastik.

Biasanya, sepulang sekolah anak-anak akan berkumpul di lapangan untuk beradu gasing masing-masing.

Untuk bisa bermain gasing, setiap anak harus memiliki satu gasing. Biasanya, beradu gasing bisa dilakukan di tanah lapang, atau di dalam kuali raksasa.

Ketika beradu, siapa gasing yang paling cepat berhenti, dialah yang kalah. Kalau Kamu, pernah punya gasing jenis apa?

11. Ular Naga Panjang

Permainan tradisional yang satu ini sangat unik. Selain tidak membutuhkan properti, permainan ini juga memiliki lagu yang harus dinyanyikan, saat permainan dimulai.

Peserta dalam permainan ini juga tidak terbatas, namun minimal ada empat orang. Dimana dua orang diantaranya harus menjadi penjaga, dan membuat terowongan.

Peserta lainnya, akan berbaris bak ular naga yang panjang, sambil bernyanyi. ketika lagu habis, penjaga akan menutup terowongannya. Peserta yang kena perangkap terowongan saat lagu habis, maka akan keluar dari barisan.

12. Rangku Alu

Sudah jarang dimainkan, permainan rangku alu juga membutuhkan keahlian dalam berkonsentrasi. Permainan yang juga memiliki lagu ini, membutuhkan empat batang bambu sebagai properti.

Selanjutnya, ada satu peserta yang akan menari-nari di atas bambu yang digerakan. Bambu sendiri digerakan oleh empat orang, yang masing-masing menggerakan ujung bambu ke kiri dan ke kanan, sesuai irama.

13. Pletokan

Merasa menjadi seorang penembak ulung, permainan tradisional ini sangat digemari pada zamannya oleh anak laki-laki maupun perempuan.

Permainan ini hanya membutuhkan sebuah bambu kecil yang sudah di rakit, dan koran basah sebagai pelurunya.

Biasanya, anak-anak zaman dulu memainkan alat ini untuk bermain perang-perangan, atau untuk menembak burung.

Pelurunya sendiri tidak terlalu sakit jika terkena tubuh, namun suara yang dihasilkan sangat nyaring bak petasan. Itu lah yang membuat pletokan menjadi seru!

14. Mendorong Ban Bekas

Karena zaman dulu belum banyak permainan modern, sehingga barang bekas pun bisa dijadikan mainan, seperti ban sepeda bekas.

Sehingga, anak-anak sering memainkan ban sepeda bekas sebagai permainan tradisional, yang digerakan dengan tongkat, agar bisa berjalan.

Biasanya, permainan ini dijadikan untuk perlombaan. Siapa yang berhasil membawa ban sepeda bekas tersebut, ke garis finish, maka dia adalah pemenangnya.

Tidak mudah untuk membuat ban berjalan seimbang dan lurus. Kamu harus membutuhkan kecepatan yang pas, keseimbangan, dan pukulan yang tepat.

15. Layang-layang

Permainan tradisional yang masih dimainkan hingga kini salah satunya adalah layangan. Selain mudah dibuat, bermain layangan juga sangat mengasyikkan.

Kamu hanya membutuhkan layangan, bisa beli atau membuatnya sendiri, beserta benang (senar).

Untuk memainkannya, kamu hanya butuh lahan luas dan lapang, seperti lapangan, sawah, hingga pantai.

Selain itu, kamu juga pasti akan membutuhkan bantuan angin, dan keahlian yang tidak mudah.

Saat ini, bentuk layangan tidak hanya kotak saja, tapi sudah banyak divariasikan dengan bentuk yang unik. Mulai dari bentuk kupu-kupu, topeng, kuntilanak, hingga keranda. Sungguh kreatif ya orang Indonesia!

Manfaat permainan bagi anak menurut Zulkifli (2003) adalah

(a) Sarana untuk membawa anak ke alam masyarakat;
(b) Mampu mengenal kekuatan sendiri;
(c) Mendapat kesempatan mengembangkan fantasi dan menyalurkan kecenderungan pembawaannya;
(d) Berlatih menempa perasaan;
(e) Memperoleh kegembiraan, kesenangan, dan kepuasan.

METODE PENELITIAN

Subjek penelitian ini adalah siswa PAUD Terpadu Tunas Harapan Desa Tanjung Jaya Ipuh Mukomuko yang memiliki tingkat penyesuaian jiwa sosial yang berada dalam tingkat kategori di bawah rata-rata berdasarkan hasil perolehan skor pada behaviour checklist ketika pretest. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi dengan metode behavior checklist. Behavior checklist adalah alat observasi yang berupa daftar yang berisi nomor subjek dan perilaku perilaku yang diharapkan muncul.

Checklist dimaksudkan untuk mensistematisasi catatan observasi. Behavior checklist ini digunakan sebagai analisa untuk mengetahui berbagai perilaku yang muncul selama penelitian. Indikator-indikator tersebut merupakan indikator pada setiap aspek penyesuaian sosial. Behaviour checklist ini digunakan sebagai alat untuk mengukur penyesuaian sosial anak dalam penelitian ini. Semua aktivitas siswa yang dilihat berkaitan dengan kegiatan siswa, baik di dalam kelas maupun di luar kelas selama anak mulai memasuki sekolah sampai meninggalkan sekolah. Aturan pemberian skor adalah setiap perilaku yang muncul diberi skor satu, sedangkan setiap perilaku yang tidak muncul diberi skor nol.

Validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas isi (content validity). Komponen yang digunakan untuk menyusun penentuan aitem- aitem dalam pedoman observasi berupa behaviour checklist dengan professional judgment. Reliabilitas pedoman observasi berupa behaviour checklist. Dalam penelitian ini digunakan dengan reliabilitas antar pengamat (inter rater reliability) reliabilitas diuji dengan mengecek agreement (persetujuan) dari frekuensi atau jumlah skor yang diberikan oleh dua rater.

Penelitian yang digunakan adalah metode true experimental, yaitu desain eksperimen untuk mempelajari mekanisme sebab akibat, karena hampir semua sumber-sumber invaliditas dapat terkontrol dengan baik. Pemilihan rancangan penelitian ini menggunakan desain eksperimen ulang (pretest- posttest contol group design). Pretest- posttest control group design adalah desain eksperimen yang dilakukan dengan jalan melakukan pengukuran atau observasi sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Latipun, 2006).

Prosedur penelitian antara lain;
(a)Pemilihan subjek penelitian, dilakukan dengan memilih subjek berdasarkan hasil penilaian rater sebelum pemberian perlakuan dengan menggunakan behaviour checklist sebagai pretest. Setelah pengisian checklist, maka akan diperoleh hasil penyesuaian sosial anak, kemudian dipilih anak yang memiliki tingkat penyesuaian sosial di bawah rata-rata untuk diikutsertakan dalam penelitian.

(b) Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dua kelompok subjek dibentuk secara random. Masing-masing subjek diundi satu per satu untuk menentukan siapa yang masuk ke dalam kelompok eksperimen maupun kontrol;

(c) Pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen berupa permainan tradisional, antara lain, Main gobak Sodor, Petak Umpet, dan Kasti  di luar kelas. Kelompok eksperimen dibagi menjadi dua kelompok dalam setiap permainan. Masing masing permainan dilakukan pada hari yang berbeda dan anggota kelompok pada setiap permainan diubah. Sementara, kelompok kontrol diberikan perlakuan lain di dalam kelas, seperti menggambar, mewarnai gambar, menganyam, dan menempel puzzle sebagai placebo. Masing-masing kegiatan dilakukan pada hari yangberbeda. Placebo diberikan ketika kelompok eksperimen sedang diberi perlakuan. Selanjutnya, Setelah perlakuan diberikan pada kelompok eksperimen, checklist sebagai posttest penyesuaian sosial diberikan kepada rater untuk memberikan penilaian terhadap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Tujuannya adalah untuk mengetahui hasil skor penyesuaian sosial antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol sesudah pemberian perlakuan berupa permainan tradisional kelompok.

Alat dan perlengkapan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
(a) Pedoman observasi. Observasi merupakan metode pengumpulan data penelitian yang dilakukan melalui pengamatan terhadap subjek. Setiap perlakuan yang dimunculkan untuk subjek penelitian dicatat secara terperinci untuk selanjutnya dianalisa dengan data lain. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode pencatatan behaviour checklist, yaitu mencatat secara sistematis perilaku-perilaku yang dimunculkan oleh subjek sebelum dan sesudah pemberian perlakuan;
(b) Handycam. Semua aktivitas anak direkam dengan menggunakan handycam, mulai dari anak memasuki kelas hingga pulang sekolah. Perekaman dilakukan saat tryout, pretest, dan posttest;
(c) Kamera. Kamera digunakan untuk mengambil gambar selama masa perlakuan sebagai bukti penelitian. Selanjutnya,
(d) Atribut. Atribut yang digunakan dalam penelitian adalah berupa topi warna warni yang bertuliskan nomor absen masing- masing siswa dan diberi gambar agar terlihat menarik. Selain itu juga diberi atribut berupa nama yang ditempelkan di dada sebelah kiri;
(e) Lembar ekspresi. Lembar ekspresi adalah berupa gambar yang terdiri dari tiga ekspresi yaitu, senang, kecewa, dan sedih. Lembar ini diisi oleh kelompok eksperimen setelah melakukan permainan. Anak diminta untuk mengungkapkan perasaannya setelah selesai bermain dengan memberi checklist pada salah satu gambar kspresi;
(f) Peralatan dan perlengkapan dalam permainan tradisional kelompok. Metode yang digunakan dalam analisis adalah statistik nonparametrik karena jumlah subjek sedikit (<30) dan teknik analisis statistik untuk menguji hipotesis menggunakan Mann-Whitney U terhadap gain score. Gain score merupakan perubahan skor atau selisih antara skor posttest dan pretest (Azwar, 2009).

Alasan menggunakan teknik ini adalah untuk menguji dan mengetahui perbedaan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah perlakuan. Selanjutnya dilakukan analisis komparatif dua sampel berpasangan menggunakan Wilcoxon. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dibantu dengan menggunakan komputer program SPSS (Statistical Product & Service Solution) 16.0 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian bertempat di PAUD Terpadu Tunas Harapan Desa Tanjung Jaya Kecamatan Ipuh Kabupaten Mukomuko Bengkulu. Subjek penelitian sebanyak 15 orang siswa yang dipilih secara random, yaitu 6 siswa untuk kelompok eksperimen dan 9 siswa sebagai kelompok kontrol. Usia anak dalam rentang 4-5-6,5 tahun. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga minggu pada hari Senin-Jumat, Bulan Agustus 2020. Perlakuan yang diberikan terdiri dari empat macam permainan,Ular Naga Panjang, Petak Umpet, Congkak, dan Kucing Jongkong.

Pelaksanaan tiap sesinya kurang lebih 30 menit, peneliti diberi waktu dari sekolah setelah selesai jam istirahat. Urutan dalam pemberian perlakuan, baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dilaksanakan sesuai dengan modul penelitian yang telah disusun oleh peneliti. Pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen di lakukan oleh peneliti di luar kelas, yaitu di area kosong di dekat ruang guru. Permainan tidak diberikan di lapangan sekolah karena letaknya dapat memungkinkan kelompok kontrol melihat perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen, yang nantinya akan mengganggu hasil penelitian. Pada sesi I, III, V, dan VI semua anak hadir yaitu sebanyak 8 anak. Sesi II ada satu anak yang tidak mengikuti perlakuan karena sakit dan sesi IV ada satu anak yang berhalanganm hadir. Dua anak yang tidak mengikuti perlakuan sejumlah enam sesi dinyatakan gugur sebagai subjek penelitian. Selama pemberian perlakuan (sesi I-VI) pada kelompok eksperimen, kelompok kontrol diberikan tugas di dalam kelas seperti menggambar, mewarnai gambar, menempel puzzle dari kertas, dan menganyam. Pemberian tugas pada kelompok kontrol dibantu oleh guru kelas satu.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik non parametrik. Analisis data menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Product & Service Solution) 16.0 for windows. Uji hipotesis menggunakan analisis non parametrik dan teknik analisis statistik untuk menguji hipotesis berupa Mann- Whitney U, yaitu uji signifikansi hipotesis komparatif dua sampel independen terhadap gain score.

Berdasarkan hasil analisis didapat taraf signifikansi sebesar p= 0,04 (p< 0,05), hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan gain score yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen lebih tinggi kenaikan skor penyesuaian sosial dibandingkan dengan kelompok kontrol setelah pemberian perlakuan permainan tradisional kelompok, jadi pemberian permainan tradisional kelompok memberikan pengaruh terhadap
penyesuaian sosial anak. Berdasarkan hasil analisis utama yang menyebutkan pemberian permainan tradisional berpengaruh terhadap penyesuaian sosial anak, selanjutnya dianalisis lagi untuk mengetahui perbedaan perubahan
penyesuaian sosial pada masing-masing kelompok dengan uji Wilcoxon.
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen diperoleh p=0,027 (p<0,05) yang berarti hasilnya signifikan, sedangkan untuk kelompok kontrol diperoleh p= 0,188 (p>0,05) sehingga hasilnya dikatakan tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa adanya peningkatan skor penyesuaian sosial yang signifikan pada kelompok eksperimen, sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada peningkatan penyesuaian sosial. Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa pemberian permainan tradisional kelompok berpengaruh terhadap penyesuaian sosial anak. Taraf signifikansi yang didapat berdasarkan hasil gain score kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,
menghasilkan p=0,04 (p<0,05), hal ini berarti adanya perbedaan peningkatan skor penyesuian sosial antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang signifikan sehingga hipotesis diterima.
Hasil penelitian membuktikan bahwa anak yang diberikan permainan tradisional kelompok, skor penyesuaian sosial lebih tinggi daripada anak yang tidak diberikan permainan tradisional kelompok.
Hasil uji Wilcoxon menunjukan bahwa pada kelompok eksperimen diperoleh p= 0,027 (p<0,05). Hal ini berarti perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen berupa permainan tradisional kelompok memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penyesuaian sosial anak, sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh p=0,188 (p>0,05) yang artinya tidak ada peningkatan skor penyesuaian sosial pada kelompok kontrol. Kedua hasil analisis dengan membandingkan hasil skor sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok ini juga digunakan untuk memperkuat hasil pengujian hipotesis utama. Adanya bukti hasil analisis di atas, maka pemberian permainan tradisional kelompok berpengaruh terhadap penyesuaian sosial pada anak.
Hasil ini juga dapat membuktikan pendapat Hurlock (1999) yang telah menyebutkan bahwa bermain sangat penting untuk anak dan memberikan banyak sumbangan bagi penyesuaian jiwa sosial karena anak akan memperoleh pengalaman belajar. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pemberian permainan tradisional untuk dimainkan dengan teman sebaya yaitu teman dalam satu kelompok, karena menurut Havighurst (Rochmah, 2005) pada masa-masa anak usia dini salah satu tugas perkembangannya adalah belajar menyesuaikan diri dan bergaul dengan teman sebaya.

Oleh karena itu, hubungan dengan teman sebaya ini diharapkan mampu mendorong anak untuk melakukan penyesuaian sosial. Peneliti memberikan empat jenis permainan tradisional kelompok dalam enam sesi pertemuan meliputi, petak umpet, congkak, kasti, dangerobak sodor. Permainan congkak dan kasti masing-masing dilakukan dalam dua kali pertemuan, dengan pertimbangan kedua permainan tersebut memiliki beberapa tahap dalam permainan dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bermain. Pemberian permainan petak umpet, dan gerobak sodor masing-masing hanya diberikan satu kali pertemuan karena permainan tersebut lebih sederhana dibandingkan dengan kedua permainan lainnya. Pemberian permainan tradisional kelompok kepada kelompok eksperimen dibagi menjadi dua kelompok atau tim. Setiap sesi ketua dan anggota setiap kelompok berubah- ubah, sehingga saat demikian semua anak harus mencoba mengenal karakter anak-anak yang berbeda, mau bekerjasama dengan siapa pun, mentaati aturan kelompoknya. Adanya kesepakatan di dalam kelompok membuat anak belajar untuk menjadi bagian dari kelompok dengan mengikuti aturan yang sudah disepakati. Selama permainan, anak memiliki peran di dalam kelompok, baik sebagai pemimpin maupun anggota. Setiap permainan terdiri dari dua kelompok yang masing-masing kelompok dipimpin oleh satu anak yang bertugas untuk mengatur para anggotanya dan membuat strategi dalam permainan agar kelompoknya dapat memenangkan permainan. Misalnya dalam permainan gobak sodor, di dalam permainan ini pemimpin harus berhati-hati dalam mengambil keputusan sesuai hasil diskusi dengan teman satu kelompok ketika hendak menentukan anggotanya yang akan maju. Permainan ini dilakukan dengan adanya aksi saling kejar mengejar, menangkap anggota kelompok lain agar menjadi tawanan kelompoknya, dan penyelamatan anggota kelompok yang menjadi tawanan lawan, selain itu juga ada aksi merebut wilayah lawan ketika wilayah tersebut tidak ditempati atau dalam keadaan kosong.

Pun demikian, apabila penempatan urutan anggota dalam permainan salah, maka anggotanya akan tertangkap dan menjadi milik anggota lawan, anggota tersebut harus mencoba menempatkan dirinya sesuai dengan aturan yang ada. sama halnya dengan permainan tradisional kelompok lainnya yang diberikan peneliti, di dalam permainan ini anak juga mengikuti aturan, baik aturan baku dalam permainan maupun aturan yang dibuat oleh kelompoknya. Pemimpin dalam masing-masing kelompok akan membuat kesepakatan, menentukan penempatan posisi anggota selama permainan, sehingga masing- masing anak harus mengikuti aturan- aturan tersebut. Setiap selesai bermain pada masing-masing sesi, anak diminta untuk mengisi lembar ekspresi dan menceritakan perasaannya setelah bermain, hal ini bertujuan untuk mengetahui perasaan yang dialami oleh anak setelah diberikan perlakuan. Hasil dari pengisian lembar ekspresi dan diskusi dengan semua

anak yang diberi perlakuan permainan tradisional kelompok, anak merasa senang dan selalu ingin menambah waktu untuk bermain. Menurut Hurlock (1999), penyesuaian sosial pada anak harus dikembangkan sejak awal masuk sekolah, karena anak yang berhasil dalam penyesuaian sosial di kelas satu sekolah dasar ada kemungkinan anak akan lebih mudah untuk melakukan penyesuaian sosial yang lebih luas lagi di tahap-tahap selanjutnya. Oleh karena itu, orang tua maupun guru harus memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan kontak sosial agar berhasil dalam penyesuaian sosial, seperti memberi waktu anak untuk bermain.
Orang tua maupun guru juga perlu mengenalkan permainanm tradisional kepada anak-anaknya karena selain meningkatkan keberhasilan anak dalam melakukan penyesuaian sosial, juga dapat menanamkan nilai budaya lokal melalui proses bermain. Keterbatasan dan kelemahan yang kemungkinan mempengaruhi hasil penelitian adalah pengambilan data, baik saat pretest maupun posttest yang hanya dilakukan masing-masing dua kali dengan durasi waktu kurang lebih empat jam yaitu selama anak di lingkungan sekolah. Terbatasnya waktu untuk mengamati perilaku anak selama penelitian, kurang dapat memastikan apakah perilaku yang dimunculkan oleh anak saat itu merupakan cerminan sikap dari dirinya yang sebenarnya atau tidak.

Oleh karena itu, untuk melihat perilaku anak yang konsisten dibutuhkan waktu yang cukup lama, jauh melebihi waktu yang digunakan oleh peneliti. Selain hal itu keterbatasan dan kelemahan lainnya yaitu, durasi waktu posttest hari kedua kurang lebih hanya dua jam, sehingga kurang mendapatkan data untuk mengamati perilaku anak. Pada posttest hari kedua juga tidak adanya pemberian tugas kelompok dan penilaian masing-masing kelompok oleh guru.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian permainan tradisional terhadap penyesuaian jiwa sosial anak, yang berarti ada perbedaan kenaikan skor penyesuaian sosial yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol setelah pemberian perlakuan berupa permainan tradisional kelompok. Anak yang memainkan permainan tradisional kelompok mempunyai skor penyesuaian sosial yang lebih tinggi daripada anak yang tidak memainkan permainan tradisional kelompok dilihat dari perolehan skor sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa permainan tradisional kelompok memberikan pengaruh terhadap penyesuaian sosial pada anak.