Oleh: Zlatan
Ternyata ikut pemilu 2024 untuk mendapatkan suara tidaklah sulit, seorang calon anggota legislatif (Caleg) cukup ‘menyiram’. Dipastikan Caleg tersebut mendapatkan kursi untuk posisi legislatif tingkat kota, tingkat kabupaten, tingkat propinsi dan pusat.
Dalam catatan saya diperkirakan Caleg yang banyak memasang tanda gambar, banyak memasang APK dan sering turun tidak akan terpilih jika Caleg yang bersangkutan tidak menyiram pemilih.
Artinya kampanye 2024 ini seorang Caleg cukup menyediakan uang, lalu uang tersebut dijadikan ibarat pupuk di tengah masyarakat, nah pasti akan dipilih.
Sedangkan bagi petani atau Caleg yang tidak memberikan pupuk untuk pemilih diyakini tidak akan duduk anggota dewan, itu teori barunya pemilu 2024 (money politik 2024).
Proses penyiraman yang dilakukan oleh Caleg terhadap masyarakat ada beberapa pola, pola ini tidak berlaku lagi istilahnya “serangan fajar”, tapi pola 2024, kejadian yang namanya money politik sekarang makin terbuka dan seperti pasar loak jual baju.
Pemberian uang ada pola ular naga mengisap makanan, maksudnya pemilih itu datang ke rumah sang Caleg dengan meminta uang memberi data KTP atau indentitas yang mengatakan “bapak kasih uang, nama-nama dalam KTP akan memilih bapak, nanti cek di TPS ini.
Dari pantauan dilapangan memang ditemukan bahwa di TPS tersebut akan ada suara Caleg tersebut sebanyak uang yang diberikan, hasil suara mereka tidak lebih dan tidak kurang, posisinya pas saja sebanyak uang di diberi, sebanyak itu juga suara didapat.
Pola kedua pola lebah mengisap bunga, sang Caleg dibantu Timsesnya pergi ke rumah-rumah membawa bingkisan dan amplop, dengan kesepakatan bingkisan diterima, uang diterima suara akan didapat. Dipastikan suara akan didapat sebanyak bingkisan dan amplop yang diberikan.
Pola berikutnya pola cowboy penunggang kuda, tembak sana-tembak sini, dengan cara sang caleg datang ketempat keramaian kumpulkan pemilih langsung dikasih amplop semua orang yang hadir, pola ini agak berani karena semua yang hadir diberi uang, lalu dihimbau untuk memilih Caleg bersangkutan tanpa ada metode evaluasi apakah suaranya di TPS yang berangkutan ada atau tidak.
Semua pola diatas dilakukan terbuka, pertanyaannya, apakah pengawasan pemilu mengetahui??? menurut saya tentu mengetahui, persoalannya mengapa tidak ada penindaklanjutan karena umur pelaku money politik lebih tua dari pengawas pemilu yang note bene masih tergolong anak-anak pelaku.
Akhirnya money politik di lapisan masyarakat terjadi masif dan gila-gilaan, dan saya melihat proses money politik sekarang sudah menjadi budaya bukan lagi aib yang diharamkan oleh para ulama.
Dengan masifnya money politik saat ini, maka dipastikan dari kasus per kasus dari uraian diatas, maka Caleg yang terpilih menurut analisa saya adalah Caleg yang memiliki latar belakang kaya raya, memiliki latar belakang kekuasaan dan berani main cowboy karena uang bagi mereka tidak ada artinya lagi. Biarlah uang keluar ratusan hingga milyaran rupiah asal pangkat dan jabatan anggota dewan didapat;
#CatatanPemilu2024