THR di Masa Pandemi Covid-19

Oleh: Timboel Siregar

Tunjangan Hari Raya (THR) adalah hak pekerja. Pasal 7 PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan MEWAJIBKAN pengusaha membayar THR kepada pekerja, paling lambat H-7.

Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagkerjaan No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, menyatakan THR diberikan satu bulan upah untuk pekerja yang sudah bekerja minimal 12 bulan, sementara pekerja yang bekerja minimal 1 bulan sampai kurang 12 bulan memperoleh THR secara proporsional.

Pasal 3 ayat (2) nya menyatakan Upah sebagai perhitungan pembayaran THR adalah upah tanpa tunjangan atau upah pokok termasuk tunjangan tetap. Pasal 7 Permenaker No. 6 Tahun 2016 ini mengamanatkan pekerja komtrak atau tetap yang mengalami PHK terhitung sejak 30 hari sebelum Hari Raya berhak atas THR.

Kehadiran THR adalah untuk mendukung daya beli pekerja dan keluarganya ketika merayakan hari raya, mengingat biasanya pada hari Raya terjadi proses silaturahmi dengan keluarga dan kerabat, dan tentunya harga-harga naik ketika mendekati hari raya. Ini merupakan aspek sosioligis dan ekonomi bagi pekerja yang merayakan hari raya. Dan oleh karenanya wajib dibayarkan pengusaha.

Jadi, ketentuan THR berdasarkan aspek yuridis, sosiologis dan ekonomi sudah jelas. Namun, di masa pandemi Covid-19 ini memang pembayaran THR akan mengalami masalah mengingat perusahaan mengalami permasalahan dengan cash flow nya sehingga akan mengalami kesulitan untuk membayar full THR pada H-7.

Saya menilai Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan adalah baik dan bisa dijadikan acuan bagi perusahaan dan pekerja (atau SP/SB) untuk pembayaran THR ini. Surat edaran ini baik untuk bisa dilaksanakan oleh Pengusaha dan Pekerja/Buruh (SP/SB). Pihak Pengusaha dan Pekerja (SP) harus memiliki pengertian yang sama dalam kondisi Covid-19 ini.

Bagi perusahaan yang mampu laksanakan pembayaran tanpa harus memanfaatkan kondisi covid-19 ini untuk tidak melaksanakan kewajiban membayat THR, dan bila memang cash flow perusahaan mengalami kesulitan maka lakukan komunikasi atau dialog sosial yang berkualitas untuk mencari solusi atas persoalan THR ini.

Pengusaha harus mengajak bicara pekerja/buruh atau SP/SB dan buat perjanjian bersama untuk proses pembayaran THR ini. Pekerja/Buruj atau SP/SB jangan juga menolak ajakan komunikasi ini, dengan tetap mengatakan pokoknya harus bayar sesuai regulasi. Dalam kondisi pandemi ini harus ada pengertian dari kedua belah pihak, agar proses produksi tetap berjalan dan pekerja tetap bisa bekerja.

Bila memang H-7 perusahaan hanya mampu membayar 60%, misalnya, dan sisanya dibayarkan di bulan-bulan berikutnya, maka semuanya ini harus ditulis dalam perjanjian bersama yang akan mengikat kedua belah pihak. Item-item apa saja yang disepakati harus jelas.

Semoga dengan adanya insentif dan bantuan dari Pemerintah kepada perusahaan dengan berbagai kebijakannya seperti pinjaman lunak untuk modal kerja, dsb bisa menggerakkan roda produksi sehingga perusahaan dapat segera menyelesaikan kewajibannya kepada pekerja.

Relaksasi iuran Jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian sebesar 90% (jadi hanya membayar 10%) selama 3 bulan dan dapat ditambah 3 bulan dan penundaan pembayaran iuran jaminan pensiun bisa mendukung cash flow perusahaan untuk membayar THR pekerja.

Tentunya peran Pemerintah (Cq. Kemnaker atau Disnaker) pun sangat dinanti untuk memastikan surat edaran ini berjalan dengan baik di perusahaan. Pemerintah harus proaktif berkomunikasi dengan Perusahaan dan SP/SB (atau perwakilan pekerja) tentang pembayaran THR ini. Dan bila memang ada potensi masalah maka pemerintah mendatangi perusahaan tersebut dan ajak bicara manajemen dan SP/SB atau perwakilan pekerja, sehingga bisa dicarikan solusinya.

Posko THR harus proaktif, selama ini Posko THR hanya pasif sehingga tidak memberikan manfaat lebih bagi persoalan THR ini. Posko THR ada hanya sebagai rutinitas tahunan. Saatnya Posko THR proaktif berkomunikasi dan bila perlu mendatangi perusahaan agar pembayaran THR berjalan dengan baik.

Semoga pembayaran THR bisa berjalan dengan baik di masa pandemi Covid-19 ini, dengan pengertian dan kesepakatan yang sama antara manajemen dan pekerja (SP/SB).

(Kanigoro)