Oleh : Rina Herdianita*
Energi geothermal atau panasbumi merupakan energi terbarukan yang berasal dari panas alamiah yang dihasilkan oleh bumi. Energi panas ini dialirkan ke permukaan melalui media uap air dan kemudian dirubah sebagai energi listrik. Berbeda dengan energi fosil yang berasal dari minyak bumi dan batubara, energi geothermal bersifat sustainable atau berkelanjutan, sehingga dapat dimanfaatkan secara terus menerus dalam waktu yang lama tanpa merusak lingkungan.
Tidak dipungkiri pula, energi geothermal dan energi terbarukan lain, yaitu energi surya, angin dan air (termasuk arus laut), merupakan energi yang sangat ramah lingkungan. Kandungan CO2 gas buang dari pemanfaatan energi minyak bumi dan batubara berkisar antara 800 hingga 1000 gram setiap kWh produksi listriknya, tetapi energi terbarukan menghasilkan gas buang yang sangat rendah, yaitu kurang dari 50 gram CO2 setiap kWh-nya (Sumber: IPCC Special Report on Renewable Energy Sources and Climate Change Mitigation).
Jika kita lihat ke luar negeri, negara-negara yang energi listriknya banyak dipasok dari energi terbarukan, misalnya Islandia, Finlandia, Italia, New Zealand merupakan negara-negara terbersih dengan kualitas udara dan air yang sangat bagus.
Pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia masih menghadapi banyak hambatan. Pemanfaatan energi surya, angin dan arus laut umumnya terkendala oleh cuaca dan kebutuhan lahan yang luas, sedangkan kapasitas energi listrik yang dihasilkan tidak besar. Dibanding dengan energi terbarukan lainnya, energi geothermal di Indonesia patut mendapat perhatian, karena Indonesia berada di ring of fire dan mempunyai potensi geothermal yang besar, bahkan terbesar di dunia. Pemanfaatan energi geothermal untuk energi listrik tidak memerlukan lahan yang luas, tidak tergantung cuaca sehingga akan menghasilkan energi listrik yang konstan, berkapasitas besar dan berumur panjang. Lapangan geothermal pertama Larderello di Italia telah berusia 100 tahun lebih; lapangan ini kini masih menghasilkan listrik sebesar 400 MWe dari area seluas 180 km2. The Geyser di California menjelang 100 tahun operasinal telah menghasilkan energi listrik sebesar 1500 MWe dari lapangan seluas kurang dari 80 km2; Kamojang di Jawa Barat telah berusia 35 tahun dan memasok listrik di transmisi Jawa-Madura sebesar lebih dari 230 MWe.
Segala tindakan mengeksploitasi sumber daya alam, pasti memiliki dampak yang bisa diukur dan dimitigasi; demikian juga halnya dengan pengusahaan energi geothermal. Geothermal di Indonesia menggunakan sistem tertutup (close system), yaitu uap air panas yang dialirkan ke pembangkit listrik, setelah dikondensasi dan berubah menjadi air akan dikembalikan ke perut bumi. Dengan sistem tertutup tersebut, akan terjaga kesetimbangan massa dan kelangsungan sistem terus menerus dan sekaligus bermanfaat untuk membawa beberapa fluida yang tidak diperlukan kembali ke perut bumi (menjaga kelestarian lingkungan).
Dari sisi regulasi, UU No. 21 Tahun 2014 telah mengeluarkan panasbumi dari kegiatan pertambangan dan menjelaskan tujuan pemanfaatan panasbumi adalah untuk meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan dan energi bersih (Pasal 3). Jadi tanpa keraguan sedikit pun, bahwa energi geothermal sebenarnya merupakan energi terbarukan yang paling tepat dimanfaatkan sebagai energi listrik di Indonesia, terlebih lagi jika kita ingin hidup di lingkungan yang bersih dan sehat – Hirup udara bersih, gunakan energi geothermal.*
Rina Herdianita
Dosen dan Peneliti di Bidang Geotermal Institut Teknologi Bandung (ITB)