Pers Sebagai Anjing Demokrasi, Diasuh Rakyat Sebagai Pengonggong Kekuasaan

Catatan Demokrasi Pers Jelang Tahun Politik Pemilu 2024

Sebagai sebuah lembaga yang berfungsi sebagai pengawas pemerintah, pers memiliki peran yang penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan mendukung pilar demokrasi.

Pers berperan dalam mengawasi tindakan dalam menjalankan kebijakan publik dari pemerintah, menyampaikan informasi kepada publik, serta memberikan ruang bagi beragam pandangan dan opini.

Pers sering diistilahkan sebagian watchdog secara harafiah artinya sebagai anjing pengawas, pengawal, pengontrol, pengonggong kebijakan publik pemerintah.

Pers memiliki peran sebagai orang memiliki peran sebagai penjaga demokrasi dengan memastikan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik yang lebih luas.

Pers adalah badan yang membuat penerbitan media massa secara berkala. Secara etimologis, kata Pers (Belanda), atau Press (inggris), atau presse (prancis), berasal dari bahasa latin, perssare dari kata premere, yang berarti “Tekan” atau “Cetak”, definisi terminologisnya adalah “media massa cetak” atau “media cetak” Media massa, menurut Gamle & Gamle adalah bagian komunikasi antara manusia (human communication), dalam arti, media merupakan saluran atau sarana untuk memperluas dan memperjauh jangkauan proses penyampaian pesan antar manusia.

Secara harfiah, “pers” mengacu pada alat atau wadah yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada publik. Dalam ssejarahnya sering kali digunakan untuk merujuk pada media cetak seperti surat kabar dan majalah. Namun, dengan perkembangan teknologi, istilah “pers” kini juga meliputi media elektronik dan digital.

Filosofi pers berdasarkan pada prinsip kebebasan berekspresi, kebebasan berpikir, dan kebebasan berpendapat, kebebasan mengungkapkan gagasan.
Pers juga dianggap sebagai kebebasan sebagai “pengawal” atau “penjaga” (WatchDog) sebagai pilar demokrasi yang bertugas melaporkan fakta, menganalisis, mengkritik, dan memberikan sudut pandang yang beragam.
Secara Filosofi, Pers mengakui pentingnya akses informasi yang bebas dan transparan, serta adanya jaminan kebebasan dalam menyampaikan gagasan dan pendapat.

Pengertian secara umum, etimologi pers mengacu pada penyampai pesan kepada publik, filosofi yang mendasarkan pada kebebasan berekspresi, dan sejarah yang melibatkan tokoh-tokoh dan pergerakan penting di dunia dan di Indonesia. Sebagai pilar demokrasi, pers memiliki peran yang krusial dalam menjaga keseimbangan kekuasaan, mendorong partisipasi publik, dan dan memastikan adanya akuntabilitas pemerintah.

Seiring perkembangan teknologi dan media, peran pers dalam menjaga pilar demokrasi semakin penting. Pers modern tidak hanya terbatas pada media cetak, tetapi juga mencakup media elektronik, televisi, radio, dan platform digital seperti situs berita, blog, dan media sosial.

Pencetus pers modern di dunia umumnya dihubungkan dengan munculnya surat kabar di Eropa pada abad ke-17 dan ke-18. Salah satu tokoh penting adalah Johann Carolus, yang pada tahun 1605 menerbitkan “Relation aller Fürnemmen und gedenckwürdigen Historien” di Jerman, yang dianggap sebagai surat kabar pertama di dunia.Di dunia, sejarah pers dimulai sejak lama.
Salah satu tokoh penting dalam sejarah pers adalah Johannes Gutenberg, penemu mesin cetak pada abad ke-15. Penemuan Mesin Cetak Gutenberg memungkinkan produksi buku dan pamflet massal, yang memperluas akses informasi ke masyarakat umum. Termasuk yang mencetak Alkitab dari bahasa Latin ditransliterasikan ke bahasa lainnya. Dapat dikatakan sebagai pencetak pertama Alkitab.

Selanjutnya, dalam sejarah pers, peran penting juga dimainkan oleh tokoh-tokoh seperti Benjamin Franklin di Amerika Serikat, yang pada tahun 1729 mendirikan “Pennsylvania Gazette” dan mendorong prinsip kebebasan pers. Di Prancis, tokoh seperti Jean-Paul Marat dan Voltaire adalah beberapa contoh yang memperjuangkan kebebasan pers dan mempengaruhi perkembangan media di negara tersebut.

Di Indonesia, perkembangan pers modern dimulai pada era kolonial Belanda. Salah satu tokoh yang berjasa dalam membangun pers Indonesia adalah Douwes Dekker atau yang dikenal dengan nama Multatuli, yang pada tahun 1860 menerbitkan novel “Max Havelaar” yang mengkritik kebijakan kolonial. Novel ini memiliki pengaruh besar dalam membangkitkan kesadaran nasionalisme dan menjadi dasar pergerakan pers di Indonesia.

Selanjutnya, pada awal abad ke-20, muncul tokoh-tokoh penting seperti Soewardi Soerjaningrat (Ki Hadjar Dewantara) yang juga berperan dalam mendirikan Majalah “Tirto Adhi Soerjo” pada tahun 1912. Majalah ini menjadi salah satu media yang aktif dalam kritik kebijakan kolonial dan menyebarkan gagasan nasionalisme.

Di Indonesia, pers telah memainkan peran penting dalam sejarah. Pada masa penjajahan Belanda, pers muncul sebagai alat perlawanan dan penyebar ide-ide nasionalisme. Salah satu tokoh penting dalam sejarah pers Indonesia adalah Ki Hajar Dewantara, yang telah disebutkan sebelumnya salah satu pendiri surat kabar “Bintang Hindia” pada tahun 1912.
Semasa hidupnya, Ki Hajar Dewantara pernah bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar, antara lain: Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, Poesara.

Pada tahun 1913, Ki Hadjar Dewantara mendirikan Indonesisch Pers-bureau, atau kantor berita Indonesia. Di sinilah ia kemudian merintis cita-citanya untuk memajukan pendidikan masyarakat Indonesia.

Selain itu, sejumlah tokoh dan pergerakan juga ikut berperan dalam perkembangan pers di Indonesia, seperti Pangeran Diponegoro, yang menggunakan surat kabar untuk melawan kolonialisme Belanda, serta pergerakan Sarekat Islam dan Partai Komunis Indonesia (PKI), yang memiliki media massa mereka sendiri untuk menyampaikan gagasan dan tujuan politik.

Pada masa kemerdekaan Indonesia, pers terus berperan sebagai penjaga demokrasi. Salah satu contohnya adalah pendiri harian “Kompas”, PK Ojong, yang mengawal kebebasan pers dan mendukung pilar demokrasi di Indonesia. Selain itu, sejumlah tokoh jurnalis dan media seperti Mochtar Lubis, Goenawan Mohamad, dan Tempo juga berperan penting dalam menjaga kebebasan pers dan berperan sebagai pengawas pemerintah.

Dalam perkembangan pers di Indonesia saat ini, terdapat berbagai lembaga dan asosiasi yang berperan dalam mendorong etika jurnalistik, kebebasan berekspresi, dan perlindungan terhadap wartawan, seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan banyak lagi aliansi organisasi media online yang muncul di era digital, seperti SMS, JMSI, MOI dll.

Secara keseluruhan, pers sebagai pengawas, pengontrol kebijakan publik pemerintah sebagai “watchdog” merupakan pilar penting dalam sistem demokrasi. Melalui pengungkapan dan penyampaian informasi yang akurat, analisis yang mendalam, dan pengawasan terhadap pemerintah, pers berkontribusi dalam menjaga kewaspadaan dan akuntabilitas dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses demokrasi.

Pers memiliki tanggung jawab untuk menyediakan informasi yang obyektif, mengungkapkan ketidakadilan, hukuman serta kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat, dan pers memberikan suara membela kepada kelompok yang kurang terwakili hak-haknya terpinggirkan dalam demokrasi.

Selain itu, pers juga berperan dalam menjaga kebebasan berpendapat dan mendukung pluralisme dalam masyarakat. Dengan memberikan ruang bagi beragam pandangan dan opini, pers memperkaya debat publik dan memungkinkan terciptanya pemahaman yang lebih luas.

Namun, perlu diingat bahwa pers juga dihadapkan pada tantangan dan dilema tertentu. Beberapa di antaranya adalah adanya tekanan politik, kontrol ekonomi, kepentingan bisnis, dan perubahan lanskap media yang cepat. Tantangan ini dapat mengancam independensi pers dan kebebasan berekspresi.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mendukung pers yang independen, memerangi disinformasi, dan menghargai kebebasan pers sebagai bagian integral dari demokrasi. Kebebasan pers harus dijaga dan dilindungi agar dapat memainkan perannya sebagai penjaga demokrasi yang efektif.

Dalam konteks global, pers dan kebebasan media menjadi isu yang semakin relevan dan penting. Organisasi seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga hak asasi manusia internasional mengadvokasi perlindungan terhadap kebebasan pers dan melindungi wartawan yang bekerja di lingkungan yang berisiko tinggi.

Pers sebagai watchdog (anjing pengongong, penjaga, pengawas) pemerintah adalah pilar demokrasi yang penting. Dengan menyediakan informasi yang obyektif, mengkritik pemerintah, dan memberikan suara kepada publik, pers berkontribusi dalam menjaga transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik yang lebih luas. Dalam menghadapi tantangan dan perubahan zaman, penting bagi pers untuk tetap tetap berpegang pada prinsip kebebasan berekspresi dan integritas jurnalistik untuk memenuhi tugasnya sebagai penjaga demokrasi.

Dilema Pers sebagai penjaga dan pengawal demokrasi seringkali dibungkam atau dikontrol oleh pemerintah dan aparat penegak hukum karena beberapa alasan utama:

1. Kekuasaan dan kontrol: Pemerintah atau aparat penegak hukum yang otoriter cenderung ingin mempertahankan kekuasaan dan kontrol penuh atas informasi yang disampaikan kepada publik. Dalam hal ini, pers yang independen dan kritis dianggap sebagai ancaman terhadap kekuasaan mereka. Dengan membatasi kebebasan pers, pemerintah dapat mengendalikan narasi dan membatasi informasi yang berpotensi merugikan mereka.

1. Rasa takut terhadap kritik:
Pers yang bebas dan independen sering kali menjadi sumber kritik terhadap pemerintah dan aparat penegak hukum. Pemerintah dan aparat penegak hukum yang tidak ingin dipertanyakan atau dikritik cenderung menggunakan kekuasaan mereka untuk membungkam pers yang memberikan laporan yang tidak menguntungkan atau mengkritik tindakan mereka. Mereka mungkin menggunakan undang-undang yang ambigu atau merumuskan peraturan yang membatasi kebebasan pers sebagai alasan untuk menindas media.

2. Kontrol informasi:
Pemerintah yang otoriter atau korup cenderung ingin mengontrol aliran informasi kepada publik. Mereka mungkin ingin menyembunyikan kegagalan, pelanggaran hak asasi manusia, atau praktik korupsi. Dalam hal ini, membungkam atau mengontrol pers menjadi cara bagi pemerintah untuk membatasi akses publik dapat mengancam kekuasaan atau mengungkap kejahatan yang terjadi di dalam pemerintahan.

3. Keamanan nasional:
Pemerintah sering kali menggunakan alasan keamanan nasional untuk membatasi kebebasan pers. Mereka dapat mengklaim bahwa pemberitaan yang mengungkap rahasia negara akan mengancam keamanan nasional atau memicu ketegangan antara negara. Alasan ini sering digunakan untuk membenarkan tindakan pembatasan terhadap kebebasan pers dan mempertahankan kontrol informasi yang sensitif.

4. Pengaruh dan kepentingan politik:
Pers yang independen dan kritis dapat menjadi pengawas yang efektif terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah. Namun, hal ini bisa menjadi ancaman bagi politisi yang memiliki kepentingan politik tertentu. Dalam beberapa kasus, pemerintah menggunakan kekuasaan dan pengaruh politik mereka untuk membungkam atau mengontrol pers agar tidak mengungkap kecurangan, pelanggaran hukum, atau korupsi yang melibatkan pejabat publik.

Dalam konteks pengaruh dan kepentingan politik, pemerintah dapat menggunakan berbagai strategi untuk membungkam atau mengendalikan pers:

1. Sensor dan pembatasan: Pemerintah dapat menerapkan sensor dan pembatasan terhadap pers dengan cara memblokir atau membatasi akses ke situs web, menyensor konten yang dianggap sensitif atau mengancam kepentingan politik, atau memberlakukan undang-undang yang membatasi kebebasan pers.

2. Intimidasi Lewat Hukum: Pemerintah dapat menggunakan aparat penegak hukum untuk mengintimidasi atau mengancam wartawan atau organisasi media dengan tindakan hukum yang tidak adil. Ini bisa berupa penangkapan, penahanan tanpa proses hukum yang adil, atau penuntutan hukum yang berlebihan.

3. Kepemilikan media yang terkontrol dan terkonsentrasi:
Pemerintah atau individu yang memiliki kepentingan politik tertentu dapat memiliki kendali yang besar atas media melalui kepemilikan atau pengaruh finansial. Dengan memiliki atau mengendalikan sebagian besar media massa, mereka dapat mempengaruhi narasi dan menciptakan ketidakseimbangan informasi yang menguntungkan mereka.

4. Pemotongan sumber pendanaan: Pemerintah dapat menggunakan kekuasaan mereka untuk membatasi atau menghentikan akses media kepada sumber pendanaan yang penting. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan keuangan bagi media independen dan memaksa mereka untuk mengurangi liputan atau bahkan menghentikan operasional mereka.

Semua upaya ini bertujuan untuk membungkam pers, mengendalikan narasi, dan mempertahankan kekuasaan atau kepentingan politik tertentu. Namun, perlindungan dan pemeliharaan kebebasan pers sangat penting dalam menjaga demokrasi yang sehat dan berfungsi dengan baik.

Kesimpulan, semua alasan di atas menunjukkan bagaimana pers sering kali menjadi target pembatasan atau kontrol oleh pemerintah dan aparat penegak hukum. Upaya ini bertentangan dengan prinsip demokrasi dan kebebasan berekspresi yang mendasari peran pers dalam menjaga keseimbangan kekuasaan, mendorong partisipasi publik, dan menyediakan informasi yang obyektif kepada masyarakat.

Penulis: Freddy Watania
Editor: Anasril A

Posting Terkait

Jangan Lewatkan