Waspada Penipuan Berkedok Kenaikan Biaya Transaksi Perbankan, Kenali Modus Pelaku!

Wordpers.id- Maraknya kasus kejahatan siber tidak terlepas dari meningkatnya aktivitas masyarakat diinternet, baik untuk berbelanja online hingga urusan perbankan.

Penipuan secara online bisa menimpa siapa saja, oleh karena itu masyarakat harus tetap meningkatkan kewaspadaan agar tidak masuk dalam perangkap para pelaku.

Pimpinan Divisi Corporate Secretary (Corsec) Bank Bengkulu, Roby Wijaya, SE mengimbau masyarakat agar waspada terhadap informasi hoaks yang mengatasnamakan Bank Bengkulu.

Apalagi kata Roby, sekema para pelaku menggunakan Informasi palsu yang beredar berisi ajakan bagi nasabah untuk melakukan konfirmasi terkait perubahan skema biaya transaksi, yang sebenarnya tidak pernah dikeluarkan oleh pihak bank.

“Bank Bengkulu menerima informasi, bahwa Bank Bengkulu mengubah skema biaya transaksi menjadi sistem langganan bulanan Rp.150.000. Kami pastikan ini tidaklah benar,”Kata Roby, Senin (10/5/2025)

Kata Roby, para pelaku menggunakan modus mencuri data nasabah dengan meminta konfirmasi melalui tautan atau formulir yang tidak resmi.

Nasabah sengaja diarahkan untuk melakukan konfirmasi dengan meng-klik link atau tautan yang dikirim pelaku. Jika tidak melakukan konfirmasi, nasabah dianggap setuju dengan kenaikan biaya transaksi dan akan otomatis didebet dari rekening nasabah setiap bulan.

Didalam link yang dikirim tersebut, nasabah diminta untuk mengisi sejumlah data penting yang dapat dijadikan pelaku sebagai senjata untuk melakukan aksi pencurian, penyalahgunaan data pribadi, hingga pemerasan

“Ini adalah teknik phishing, di mana pelaku berusaha mendapatkan data pribadi seperti nomor rekening dan informasi login nasabah,”sebutnya.

Bank Bengkulu menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah mengubah skema tarif transaksi tanpa pemberitahuan resmi melalui kanal komunikasi yang sah.

“Kami selalu mengumumkan kebijakan baru melalui situs web resmi dan akun Instagram @bankbengkuluofficial. Selain itu, informasi resmi juga akan disampaikan melalui kantor cabang dan customer service,” jelasnya.

Bak Bengkulu juga mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menerima informasi dari sumber yang tidak jelas.

“Jika ada pesan yang mencurigakan, segera hubungi Bank Bengkulu melalui saluran resmi di 1500133 untuk memastikan kebenarannya. Jangan pernah memberikan data pribadi atau mengikuti tautan yang mencurigakan,” Himbaunya

Bank Bengkulu juga meminta masyarakat untuk aktif membantu dalam melawan penyebaran hoaks ini sehingga bisa merugikan semua pihak.

“Kami mengajak seluruh nasabah dan masyarakat untuk melakukan blokir dan melaporkan akun-akun yang menyebarkan informasi palsu ini. Dengan begitu, kita bisa bersama-sama mencegah lebih banyak korban,”pungkasnya

Bank Bengkulu juga menjelaskan bahwa sistem biaya transaksi tetap berlaku sesuai ketentuan yang ada, tanpa perubahan menjadi biaya bulanan.

Bahwa biaya transaksi tidak berubah menjadi Rp150.000 per bulan. Jika ada perubahan kebijakan, nasabah akan diinformasikan melalui jalur resmi. Bagi nasabah yang menerima pesan mencurigakan, Bank Bengkulu menyarankan untuk segera melaporkannya ke layanan pelanggan.

“Kami siap membantu setiap nasabah yang merasa ragu atau mencurigai adanya upaya penipuan. Jangan segan untuk bertanya langsung ke kantor cabang atau call center kami,” tutupnya.

Berikut Jenis-Jenis Penipuan Secara Online :

 

1. Phising

Modus pertama, phishing, biasanya pelaku akan mengaku dari lembaga resmi melalui sambungan telepon, email atau pesan teks.

Mereka memanipulasi korban supaya mau memberikan data pribadi, yang akan digunakan untuk mengakses akun penting milik korban. Phishing bisa mengakibatkan berbagai kerugian, antara lain pencurian identitas pribadi.

2. Phraming ponsel

Modus kedua yang ditemukan Kominfo adalah phraming ponsel, yaitu mengarahkan korban ke situs web palsu. Jika korban mengklik entri domain name system (DNS), akan tersimpan dalam bentuk cache.

Pelaku sudah memasang malware di situs palsu tersebut, dengan begitu pelaku akan mengakses perangkat korban secara ilegal.

3. Sniffing

Modus ketiga bernama sniffing pelaku meretas untuk mengumpulkan informasi yang ada di perangkat korban dan mengakses aplikasi yang menyimpan data penting. Sniffing bisa terjadi ketika menggunakan Wi-Fi publik, apalagi jika digunakan untuk bertransaksi.

4. Money Mule

Modus keempat dikenal dengan nama money mule, pelaku meminta korban menerima sejumlah uang di rekeningnya, lalu, dikirim ke orang lai. Di luar negeri, pelaku akan melakukan kliring cek, yang jika diperiksa adalah palsu.

Praktik yang digunakan di Indonesia, pelaku akan meminta korban untuk membayarkan pajak sebelum hadiah dikirim.

5. Social Engineering

Modus terakhir, social engineering atau rekayasa sosial. Pelaku memanipulasi psikologis korban untuk mendapatkan informasi yang penting, misalnya meminta one-time password atau OTP.

Orang yang sering menggunakan ruang digital juga perlu memahami dan menerapkan budaya privasi data, seperti membuat kata sandi yang sulit ditebak, rutin mengganti kata sandi dan memperbarui perangkat lunak. (Mahmud Yunus)