Bengkulu – Upik Lela (58) perempuan paruh baya yang tinggal di RT 14 Kelurahan Teluk Sepang kembali dilarikan ke rumah sakit. Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa Upik Lela didiagnosa menderita radang paru paru. Derita yang dialami Upik Lela ausah berlangsung sejak Agustus 2023.
Pada 5 Agustus 2023 Upik dilarikan ke Rumah Sakit DKT Bengkulu, akibat sesak nafas yang dideritanya. Selanjutnya pada 8 November 2023 saat Posko Lentera melakukan pemeriksaan, Upik lela bersama 41 orang lainnya dinyatakan mengalami penyakit gangguan pernapasan. Puncak derita Upik lela terjadi pada 2 Mei 2024, dia kembali dilarikan ke Rumah Sakit Gading Medika. Berdasarkan pemeriksaan dokter, Upik Lela didiagnosa mengalami Dyspnea PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik). Salah satu penyebab Penyakti ini adalah polusi udara akibat batubara.
“Saya tinggal tidak jauh dari stockpile batubara dan PLTU batubara. Sejak beroperasinya PLTU batubara lalu lintas kendaraan yang mengangkut batubara meningkat secara drastis,” kata Upik Lela saat diwawancarai 10 Mei 2014.
Jalanan menjadi rusak dan penuh dengan debu pada saat kemarau dan berlumpur pada saat hujan. Awal sakitnya sendiri terjadi tidak lama setelah kejadian adanya stockpile yang terbakar. Terbakarnya stockpile ini terjadi selama kurang lebih 2 bulan, bau menyengat menghantam wilayah RT 14 kelurahan teluk sepang. Kediaman Upik Lela hanya berjarak 125 Meter dari stokpile.
Cimbyo Layas Ketaren, menyatakan bahwa lalu lintas angkutan batubara telah membuat wilayah jalan yang digunakan warga teluk sepang diselimuti debu batubara, sementara stockpile dengan jumlah 19 tumpukan yang menumpuk sepanjang 2,3 KM tidak dikelola secara benar.
“Tumpukan batubara dibiarkan terbuka. Akibatnya adalah terjadi pelepasan panas akibat swabakar. Serta saat hujan menimbulkan air tirisan yang bercampur senyawa batubara, air tirisan ini akan mencemari tanah dan sumur warga,” kata Cimbyo.
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan tim Posko Lentera, jalan dari PELINDO sampai ke stockpile kondisinya rusak parah serta banyak debu beterbangan. Begitupun dengan tumpukan batubara, kondisinya dibiarkan terbuka tanpa penutup tanpa drainase. Situasi ini dapat dipastikan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan dan berakibat buruk terhadap kesehatan kaum rentan yang tinggak di Teluk Sepang.
“Kami juga melakukan pemantauan terhadap aktivitas PLTU batubara melalui panduan RKL/RPL PLTU batubara Teluk Sepang, kami melihat bahwa FABA dibuang secara sembarangan. FABA adalah abu hasil pembakaran batubara, abu ini mengandung senyawa Silika, NoX dan SoX yang daoat gangguan pernapasan dan kerusakan paru paru,” kata Cimbyo.
Ali Akbar, ketua Kanopi Hijau Indonesia menyatakan bahwa pengelolaan lingkungan yang buruk akan berdampak terhadap kaum rentan, kaum rentan tersebut adalah kelompok orang dengan usia lanjut dan anak. Dapat dibayangkan nasib 783 anak dan 500 lebih lansia dari total jumlah penduduk 3549 orang di Teluk Sepang, mereka akan menjadi korban pertama dari buruknya model kelola lingkungan.
“Tidak ada harapan baik dari tumbuh kembang anak dari daerah yang lingkungannya kotor. Mereka akan menghabiskan energi untuk melawan serangan penyakit, sementara manula yang memang sudah rentan akan terpapar berbagai penyakit”.