Mengejar Air Terjun Mandi Angin dan Habitat Rafflesia di Ipuh adalah Sebuah Kekecewaan

Oleh Bagus SLE (Komunitas Pencinta Puspa Langka)

Perjalanan Tim KPPL (Komunitas Pencinta Puspa Langka) kali ini tujuannya adalah KPPL Mukomuko. Rangkaian kunjungan keenam dalam Sosialisasi Habitat Rafflesia ke 9 kabupaten yang ada di Provinsi Bengkulu.

Berangkat dari Bengkulu jam 9 pagi dan sampai sekitar jam 2 siang.

Langsung menuju sekretariat KPPL Mukomuko di desa Tanjung Harapan, Ipuh. Jalan-jalan menikmati udara panas pantai desa wisata Pasar ipuh. Masih banyak kerbau berkeliaran di pantai ini menjadi daya tarik bagi anggota tim dari kota Bengkulu.

Kekhawatiran kami adalah jika sampah-sampah plastik yang berserakan akan ikut termakan oleh kerbau dan anak-anak nya.

Malamnya, setelah makan malam, kegiatan utama dilakukan. Sosialisasi tentang Rafflesia dan habitatnya disampaikan oleh koordinator KPPL provinsi, Sofian Rafflesia. Dilanjutkan oleh Krisna Gamawan tentang Eko Wisata. Ican memaparkan pentingnya pesan gambar dalam sebuah foto. Sesi terakhir tentang ekonomi kreatif sebagai penunjang pariwisata oleh Bagus SLE.

Mengunjungi air terjun Mandi Angin adalah tujuan setelah sosialisasi. Harus melalui jalan yang sangat sulit. Dari desa terluar menuju ‘telun’, harus melewati jalan tanah yang bagai kubangan pada beberapa titik, yang di sebabkan oleh hujan yang hampir setiap hari di wilayah ini. Jalan ini merupakan jalan perkebunan.

Lepas Dari jalan seperti itu, harus berjuang dengan sangat hati-hati, selain jalur yang licin, juga melewati jalur menurun hampir vertikal dengan menggunakan tali. Gemetaran? Sudah pasti bagi yang takut ketinggian.

Semua keluh kesah perjuangan menaklukkan trek ‘mengerikan’ itu, semua akan hilang ketika sudah sampai ditujuan. Air terjun yang tinggi dan tempiasan percikan air akan menyambut kedatangan. Di tambah lagi lingkungan yang masih sangat alami mengelilingi.

Tapi sayang, semua cerita di atas tidak dapat dicapai, selain jalur bahaya tersebut semakin berbahaya karena hujan pada malam harinya, juga karena pandemi menjadi alasan untuk menolak kunjungan kami

Bukan hanya mengunjungi air terjun Mandi Angin yang gagal, rencana sowan ke penangkaran penyu yang ada di Pantai Batu Kumbang, kecamatan Pulau Baru, juga gagal, karena pengurusnya sedang tidak ada di tempat. Salah kami tanpa ada pemberitaan sebelumnya.

Supaya kecewa tidak berkepanjangan, akhirnya perjalanan dilanjutkan menuju desa Talang Baru di kecamatan Malin Deman. Menurut anggota yang pernah menemukan 2 tahun yang lalu, banyak terdapat bonggol-bonggol calon Rafflesia ada di salah satu sudut desa ini.

Dari desa Taba Baru, perjalanan menggunakan mobil dan motor berakhir di jalan yang berkerikil longgar. Karena takut membahayakan, akhirnya dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 30 menit di bawah rindang daun sawit.

Setelah menuruni jalan yang cukup licin, kami sampai di irigasi pertanian. Sumber air irigasi ini adalah air terjun yang kecil dengan debit air juga kecil. Beberapa Batu napal yang besar jadi daya tarik tempat ini, selain persawahan di bawahnya.

Setelah berfoto-foto, kami menyusuri pematang sawah hijau oleh padi yang sudah berbuah dengan area sangat luas.

Ada yang menarik di sawah ini. Bentangan tali temali yang berjejer rapi dan digantungi dengan potongan-potongan plastik putih, menghubungkan tiang-tiang yang diletakkan kaleng-kaleng, jika ditarik akan menimbulkan suara kerontang yang berisik.

Dalam masyarakat Pekal, ini adalah tradisi turun temurun Dari nenek moyang mereka, yang mereka namakan Ngawang Burung. Berfungsi untuk membantu mempermudah dalam mengusir burung pipit.

Puas menikmati hijau sawah, langkah kami arahkan ke sebuah bukit yang masih agak lebat. Tim langsung mengecek lokasi yang dimaksud. Sayangnya, tidak satupun lagi bekas bonggol yang pernah dilihat dulu. Bahkan inang tempat tumbuh rafflesia sudah tidak terlihat.

Menurut petani yang sempat menemui kami, lokasi habitat bunga langka dan jadi maskot provinsi Bengkulu tersebut, sudah terpangkas oleh pembangunan jalan yang menyusuri bibir bukit, sebagai fasilitas yang mempermudah akses mobilitas para petani sawah yang banyak sekitar bukit tersebut.

Sebuah dilema memang. Disatu sisi pembangunan jalan ini untuk membantu para petani, di sisi lain pembangunan ini telah memusnahkan lingkungan hidup bagi Rafflesia yang kami duga adalah jenis baru, dan dilindungi oleh undang-undang.

Perjalanan yang melelahkan semakin mengecewakan dengan penemuan di lapangan. Peran pemerintah setempat sangatlah diharapkan dalam mempertahankan hutan yang tersisa sebagai rumah bagi bunga nasional, bunga Rafflesia.

Satu yang menghibur adalah semangat tinggi dan sambutan anak-anak muda KPPL Mukomuko sebagai pelopor untuk menyelamatkan keberadaan bunga tanpa batang, tanpa daun dan tanpa akar tersebut.