Sebagai Ketua GTRA, Bupati Mukomuko Gagal Atasi Konflik Agraria Rakyat Petani vs PT. DDP

Catatan Kritis Demokrasi Jelang Pemilu 2024: Konflik Agraria Belum Tuntas di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu

Bupati Kabupaten Mukomuko sebagai Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) bertanggungjawab dalam mengurai konflik Agaria Rakyat vs Perusahan Perkebunan Sawit PT. Terkait kekerasan perusahan terhadap petani sawit dan dugaan aksi perampasan dan pencurian sawit milik rakyat menyebabkan menghadirkan skenario konflik Agraria antara Petani Maju Bersama dan PT Daria Dharma Pratama (DDP) terjadi, Selasa, (18/07/2023). Keributan diduga dipicu oleh tindakan perusahaan yang hendak merampas tandan buah segar (TBS) sawit petani. Awal mulanya sebenarnya terjadi sehari sebelumnya, dimana pihak PT DDP mengambil secara paksa sekira 1 ton TBS milik Adam Malik di lahan yang dia garap. Sehingga terjadi pemukulan sekuriti perusahaan terhadap seorang Ibu. Baca beritanya di link:

https://www.bengkuluinteraktif.com/konflik-warga-vs-pt-ddp-mukomuko-tak-kunjung-reda-puluhan-orang-telah-jadi-korban

Sebagai Ketua GTRA Bupati Kabupaten Mukomuko, bertanggung-jawab penuh dalam mengurai konflik agraria antara Petani Rakyat dan Perusahaan Perkebunan Sawit PT. Daria Dharma Pratama (DDP) sangat penting dan memerlukan tindakan yang bijaksana, sigap dan tanggap.

Gagal fokus tugas utama dalam penanganan konflik Agraria di daerah Kabupaten Mukomuko di Provinsi Bengkulu oleh Gubernur dan Bupati Mukomuko di Daerah Konflik Agaria, sehingga rakyat mengalami kemiskinan struktural, menjadi korban intimidasi dan kekerasan oleh Perusahaan.

Ini menjadi bukit kegagalan Bupati Mukomuko mengurai konflik Agraria di Daerah yang dipimpinnya. Dinggap rakyat tidak serius dan tuntas menjalankan Perintah Tugas Negara dari Presiden Republik Indonesia Jokowi Dodo lewat Peraturan Presiden No.86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.

Sebagai Gugus Tugas Reforma Agraria, ada beberapa langkah dan tanggung jawab yang dapat diambil Bupati Mukomuko, untuk mengatasi konflik Agraria.

Mediasi dan Dialog:

Bupati perlu segera mengambil inisiatif untuk memulai proses mediasi dan dialog antara pihak-pihak yang terlibat, yaitu Petani Rakyat yang diwakili oleh Petani Maju Bersama dan perusahaan PT DDP. Mediasi akan membantu mencari solusi yang dapat diterima bersama dan mencegah eskalasi lebih lanjut dari konflik tersebut.

Identifikasi Masalah:

Bupati perlu mengidentifikasi akar masalah konflik antara petani dan perusahaan perkebunan sawit. Hal ini melibatkan penyembunyian tuduhan tentang kekerasan perusahaan terhadap petani sawit dan tindakan perampasan dan pencurian milik rakyat. Dengan memahami masalah yang mendasarinya, langkah-langkah penyelesaian yang lebih tepat dapat diambil.

Perlindungan Hak Asasi Manusia:

Bupati harus memastikan perlindungan hak asasi manusia bagi semua pihak yang terlibat, termasuk hak-hak petani dalam bercocok tanam dan kepemilikan tanah mereka. Hal ini melibatkan penegakan hukum dan memastikan bahwa tidak ada kekerasan atau aksi perampasan tanah dan properti petani secara sepihak.

Penegakan Hukum:

Jika terbukti bahwa PT DDP melakukan perampasan dan pencurian sawit milik rakyat secara ilegal, maka Bupati harus menegakkan hukum dan mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang melanggar aturan. Ini melibatkan kepolisian dan instansi hukum lainnya untuk penyergapan dan menuntut pelaku ke pengadilan.

Pengawasan dan Perizinan Perusahaan:

Bupati harus memastikan bahwa perusahaan perkebunan sawit PT DDP beroperasi sesuai dengan hukum dan memiliki perizinan yang sah. Jika ada pelanggaran atau praktik ilegal dalam operasi perusahaan, perlu ada tindakan pengawasan dan pengaturan ulang persyaratan jika diperlukan.

Pengembangan Alternatif:

Bupati harus memperjuangkan alternatif pengembangan bagi para petani agar mereka dapat memperoleh mata pencaharian yang layak dan berkelanjutan di luar pertanian sawit. Hal ini akan membantu mengurangi ketergantungan petani pada sektor sawit dan mengurangi potensi konflik agraria di masa depan.

Kolaborasi dengan Pemerintah Pusat:

Jika konflik agraria ini kompleks dan sulit diatasi hanya dengan otoritas lokal, Bupati perlu berkolaborasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah yang bertanggung jawab atas reformasi agraria dan sektor perkebunan sawit.

Perlu diingat bahwa penyelesaian konflik agraria seringkali memerlukan waktu dan upaya yang besar. Dalam prosesnya, transparansi, keadilan, dan komunikasi yang baik antara semua pihak Baik Pemerintah Daerah Kabupaten Mukomuko, Petani Sawit dan PT. DDP sangat penting untuk mencapai penyelesaian yang berkelanjutan dan adil bagi semua pihak.

Sudah seharusnya Bupati Mukomuko mengambil sikap demi keselamatan dan kesejahteraan rakyatnya di wilayah yang tidak tuntas hingga saat ini, punya keberanian memberi masukan ke Presiden RI mempertimbangkan menerima usulan 9 tuntutan dari koalisi masyarakat sipil, Dikutip Redaksi dari https://www.hukumonline.com/berita/a/9-tuntutan-masyarakat-sipil-untuk-pembenahan-bidang-agraria-lt6333c7207f7ed/

Berikut 9 tuntutan koalisi masyarakat sipil tersebut;

Pertama, mengembalikan konstitusionalisme agraria dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan merombak orientasi kebijakan agraria yang liberal dan kapitalistik menjadi politik agraria kerakyatan, sehingga keadilan dan kedaulatan kembali berpusat pada rakyat;

Kedua, MPR RI sesuai mandat TAP MPR IX/2001 segera membentuk Dewan Pertimbangan Reforma Agraria (DPRA) yang bertanggung jawab memastikan pertanggungjawaban presiden mengenai pelaksanaan reforma agraria termasuk penyelesaian konflik agraria dan laporan pemerintah atas usaha-usaha merestrukturisasi ketimpangan penguasaan tanah yang memiskinkan rakyat, termasuk audit penerbitan konsesi dan izin. Pemerintah, parlemen, dan peradilan didesak untuk mengkonsolidasikan pelaksanaan reforma agraria secara nasional dan sistematis. Menyusun dan mendorong RUU Reforma Agraria yang sejalan dengan cita-cita kontitusionalisme agraria

Ketiga, mendesak DPR dan Presiden RI mencabut UU Cipta Kerja yang liberal dan kapitalistik beserta produk-produk hukum turunannya sekaligus membatalkan Bank Tanah dan badan baru lainnya. Keempat, Presiden segera meluruskan pelaksanaan reforma agraria agar sejalan UUD 1945, UUPA 1960 dan TAP MPR IX/2001. Upaya itu bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti merevisi Perpres Reforma Agraria sesuai tuntutan Gerakan Reforma Agraria.

Membentuk Badan Pelaksana Reforma Agraria (BPRA) yang langsung dipimpin Presiden dengan pelibatan organisasi rakyat yang kredibel dalam perjuangan reforma agraria. Tiga pekerjaan utama badan adalah penyelesaian konflik agraria, redistribusi tanah dan pengembangan ekonomi di lokasi pelaksanaan reforma agraria (land reform yang disempurnakan)

Kelima, presiden segera mengeksekusi usulan-usulan lokasi prioritas reforma agraria (LPRA) dari organisasi rakyat untuk menuntaskan masalah agraria struktural.

Keenam, menghentikan model pembangunan dan perjanjian internasional yang liberal yang berjalan dengan cara-cara menggusur hak-hak rakyat, melakukan kejahatan lingkungan hidup dan model pertanian pangan yang mengabaikan posisi petani, nelayan, petambak, peternak dan masyarakat adat sebagai produsen pangan utama.

Ketujuh, memerintahkan Kapolri menghentikan penangkapan, intimidasi, dan kekerasan terhadap petani, masyarakat adat, buruh, nelayan dan aktivis yang membela hak atas tanah. Sekaligus menghormati kebebasan petani untuk berserikat. Delapan, Presiden harus membatalkan pencabutan subsidi BBM bagi petani kecil, buruh, nelayan tradisional, nelayan kecil, mahasiswa, rakyat miskin dan seluruh komunitas rentan baik di desa dan kota.

Sembilan, menyerukan kepada organisasi rakyat dan seluruh elemen gerakan sosial untuk memperkuat dan memperluas praktek-praktek reforma agraria atas inisiatif rakyat. Hal itu sebagai benteng pertahanan dari ancaman perampasan tanah dan penggusuran rakyat.

Sampai sekarang Ketua GTRA Bupati Kabupaten Mukomuko tak kunjung menerbitkan SK hasil penyelesaian konflik maupun penetapan redistribusi tanah objek reforma agraria (TORA) untuk rakyat dalam konflik rakyat petani maju bersama dan PT. DDP. Sebagaimana visi misi, protap mencapai tujuan dan pelaksanaan reforma agraria sebagaimana mandat Peraturan Presiden No.86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.

Yang mana Bupati Mukomuko adalah Pelaksanaan reforma agraria di daerah, sebagai bagian dari Tim Nasional Reforma Agraria dan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri ATR/BPN.

Catatan Redaksi

Posting Terkait

Jangan Lewatkan